Hujan Ekstrem Melanda Afrika, Asia Dipanggang Panas
Ketika sebagian wilayah Asia mengalami suhu ekstrem, sebagian wilayah Afrika mengalami hujan ekstrem dan banjir.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Curah hujan ekstrem dan banjir telah memakan banyak korban jiwa dan menyebabkan kerugian ekonomi dan pertanian di Afrika Timur dan sebagian semenanjung Arab di paruh kedua April 2024. Sementara itu, panas yang hebat telah melanda sebagian besar wilayah Asia.
Para ahli Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam analisisnya yang dirilis pada Sabtu (27/4/2024) menyatakan, menurunnya kekuatan El Niño yang terjadi bersamaan dengan fenomena Dipole Samudra Hindia (Indian Ocean Dipole/IOD) turut berperan memicu kondisi ekstrem yang berkebalikan, yaitu banjir di Afrika Timur dan kekeringan di Afrika Selatan, serta suhu tinggi di Asia Tenggara. Selain itu, kelebihan energi yang terperangkap di atmosfer dan lautan akibat gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia juga mempunyai pengaruh besar, terutama terhadap panas ekstrem.
Mengacu pada Departemen Meteorologi India, negara ini telah mengalami gelombang panas dalam beberapa minggu terakhir selama periode pra-musim panas dengan suhu mencapai pertengahan 40 derajat celsius. Disebutkan, selama Maret-Mei 2024, jumlah hari gelombang panas di atas normal kemungkinan besar terjadi di sebagian besar wilayah negara itu, kecuali di India Timur Laut, Wilayah Himalaya Barat, Semenanjung Barat Daya, dan Pantai Barat.
”Frekuensi gelombang panas, durasinya, dan durasi maksimumnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pemanasan global. Di wilayah gelombang panas di India, total durasi gelombang panas meningkat sekitar 3 hari dalam 30 tahun terakhir. Proyeksi model IPCC menunjukkan peningkatan sekitar dua gelombang panas dan durasi gelombang panas sebanyak 12-18 hari pada tahun 2060,” menurut Departemen Meteorologi India.
Bangladesh, Myanmar, Thailand, dan Filipina juga mengalami suhu ekstrem yang telah mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Di Filipina, ribuan sekolah ditutup, termasuk di wilayah ibu kota Metro Manila. Separuh dari 82 provinsi di negara ini juga mengalami kekeringan, dan hampir 31 provinsi lainnya menghadapi musim kemarau atau kondisi kering.
Pada Jumat, Badan Cuaca Filipina memperingatkan suhu di Metro Manila dan 31 wilayah lainnya diperkirakan mencapai level berbahaya. Indeks panas diperkirakan mencapai 42 derajat celsius di Kota Quezon, kota terpadat di negara tersebut.
Sementara itu, Thai Meteorological Department memperingatkan, suhu tinggi diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir bulan ini. Pada Minggu (28/4/2024), suhu tertinggi di bagian utara Thailand berkisar 39-44 derajat celsius, sedangkan di timur laut berkisar 42-44 derajat celsius.
Di ibu kota Thailand, Bangkok, departemen lingkungan hidup kota tersebut telah mengeluarkan peringatan mengenai suhu riil atau tingkat panas yang dirasakan (kombinasi suhu dan kelembapan) telah mencapai level sangat berbahaya.
Kementerian Kesehatan Thailand melaporkan pada Rabu (24/4/2024), sebanyak 30 kematian terkait panas tercatat sejak awal tahun ini. Jumlah tersebut tidak jauh dari total 37 kematian akibat sengatan panas yang dilaporkan sepanjang 2023.
Di negara tetangga, Myanmar, suhu telah melonjak hingga 45,9 derajat celsius selama seminggu. Kondisi yang sangat panas diperkirakan akan terus berlanjut selama beberapa hari mendatang.
Direktur Regional WMO untuk Asia dan Pasifik Barat Daya mengatakan, April biasanya merupakan bulan dengan suhu terpanas di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun, El Niño dan perubahan iklim mendorong suhu ke tingkat yang sangat tinggi.
Laporan Penilaian terbaru Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menemukan, ”Di Asia, suhu ekstrem panas telah meningkat, sedangkan suhu ekstrem dingin menurun, dan tren ini akan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang (keyakinan tinggi).”
Tahun lalu, studi Atribusi Cuaca Dunia menemukan, ”Panas lembab yang ekstrem di Asia Selatan pada April 2023 sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim sehingga merugikan komunitas yang rentan dan kurang beruntung.”
Banjir di Afrika
Pusat Iklim Regional WMO untuk Tanduk Besar Afrika, yang dikenal sebagai ICPAC, memperkirakan curah hujan luar biasa pada periode 23-30 April di beberapa bagian wilayah tersebut, termasuk Kenya bagian utara dan barat, Etiopia tengah dan selatan, Somalia bagian selatan dan Djibouti, serta bagian utara dan barat, Uganda bagian selatan.
Di Kenya, stasiun cuaca Kianamu (timur laut Nairobi) mencatat curah hujan sekitar 120 mm pada 24 April. Departemen Meteorologi Kenya mengeluarkan peringatan akan berlanjutnya hujan lebat setidaknya hingga 28 April di banyak wilayah, termasuk Cekungan Danau Victoria, Lembah Rift, Dataran Tinggi Barat dan Timur Lembah Rift, Dataran Rendah Tenggara, sektor pesisir dan utara, dan berlanjut mulai 25 April 2024.
Asia masih menjadi wilayah yang paling banyak terkena bencana di dunia akibat ancaman cuaca, iklim, dan air.
Banjir besar juga terjadi di Uni Emirat Arab (UEA) pada pertengahan April. Padahal, negara ini dikenal memiliki iklim gurun gersang yang panas dan jumlah curah hujan tahunan yang sangat rendah. Bandara Internasional Dubai ditutup dan jalan raya yang biasanya sibuk berubah menjadi arus deras.
Pada 16 April 2024, Pusat Meteorologi Nasional mengumumkan bahwa UEA mengalami curah hujan terbesar selama 75 tahun terakhir. Daerah ”Khatm al-Shakla” di Al Ain, Uni Emirat Arab, mengalami curah hujan sebesar 254,8 mm dalam waktu kurang dari 24 jam sehingga membuat negara ini mencapai peristiwa luar biasa yang tercatat dalam sejarah iklimnya.
Di Dubai, curah hujan rata-rata tahunan pada periode 1991-2020 sekitar 80 mm; sedikit lebih jauh ke timur, sekitar 120-140 mm. Sistem badai yang bergerak lambat juga berdampak besar terhadap Oman pada 14-15 April 2024 sehingga memicu banjir bandang dan dilaporkan menewaskan 17 orang.
Menurut pakar iklim WMO Alvaro Silva, El Niño mungkin berperan terhadap terjadinya hujan ekstrem di Afrika dan Semenanjung Arab ini. Hal ini karena saat El Nino mulai melemah, terjadi Dipol Samudra Hindia yang positif akibat rekor suhu laut yang hangat di barat laut Samudra Hindia. Hal ini memicu penguapan yang memengaruhi curah hujan ekstrem.
Faktor perubahan iklim
Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barret mengatakan, ”Perubahan iklim memperburuk frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa-peristiwa tersebut, memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat, perekonomian, dan, yang paling penting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat kita tinggal,” katanya.
Ko Barrett menyoroti bagaimana cuaca ekstrem pada tahun 2024 di Asia sejauh ini melanjutkan tren yang dilaporkan dalam laporan WMO State of the Climate in Asia 2023. Hal ini menunjukkan bahwa Asia masih menjadi wilayah yang paling banyak terkena bencana di dunia akibat ancaman cuaca, iklim, dan air pada 2023. Banjir dan badai menyebabkan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi tertinggi. Sementara dampak gelombang panas menjadi lebih parah.
”Panas ekstrem semakin menjadi pembunuh diam-diam terbesar. Kematian akibat panas jarang dilaporkan sehingga skala sebenarnya dari kematian dini dan kerugian ekonomi—dalam hal berkurangnya produktivitas tenaga kerja, kerugian di bidang pertanian, dan tekanan pada jaringan listrik—tidak tecermin secara akurat dalam statistik,” katanya.