Indonesia Bangun Sistem Kesehatan Tahan Perubahan Iklim
Kementerian Kesehatan, UNDP, dan WHO berkomitmen bersama untuk membangun sistem kesehatan tahan perubahan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perubahan iklim telah memengaruhi berbagai sektor tidak hanya lingkungan, tetapi juga kesehatan manusia. Ancaman tersebut disikapi pemerintah Indonesia melalui dukungan berbagai pihak dengan berupaya membangun sistem kesehatan nasional yang tahan perubahan iklim dan berkelanjutan serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
Upaya membangun sistem kesehatan yang tahan perubahan iklim tersebut tertuang dalam acara penandatanganan komitmen bersama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Program Pembangunan PBB (UNDP), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jakarta, Senin (29/4/2024). Adapun program ini didanai oleh Green Climate Fund (GCF).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan,dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan sangat berkaitan dengan aspek penyakit menular dan tidak menular. Perubahan iklim juga akan membuat interaksi hewan dan manusia itu berubah hingga memicu terjadinya pandemi penyakit baru yang berasal dari hewan atau zoonosis.
”Kehilangan hutan akan membuat cuaca lebih panas dan hewan akan lebih sering berinteraksi dengan manusia. Semakin sering perubahan interaksi antara hewan dan manusia ini, semakin besar juga kemungkinan terjadinya pandemi baru,” ujarnya kepada media seusai acara penandatanganan tersebut.
Perubahan iklim telah berdampak terhadap perubahan curah hujan, suhu, dan kelembaban hingga memengaruhi penyebaran penyakit. Kemenkes mencatat, penurunan curah hujan dan suhu di Maluku telah meningkatkan kasus pneumonia hingga 96 persen dan diare sebesar 19 persen.
Selain itu, kata Budi, perubahan iklim juga bisa berdampak terhadap pemenuhan gizi masyarakat karena banyak komoditas pangan yang akan terancam. Di sisi lain, kondisi Bumi yang semakin panas dan tingginya paparan radiasi dari sinar matahari dapat meningkatkan potensi kanker kulit pada manusia.
Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan inilah yang harus disikapi Indonesia. Upaya menyikapinya dapat dilakukan dengan memetakan patogen virus dan jenis bakteri serta bahayanya. Kemudian perlu juga meningkatkan penelitian terkait potensi vaksin, obat, hingga diagnosis penyakit yang bisa muncul akibat perubahan iklim.
”Upaya ini membutuhkan anggaran besar dan itulah sebabnya ada GCF yang mau membantu. Memang kapasitasnya tidak besar, tetapi dukungan ini bisa menjadi katalis untuk pihak lainnya untuk mempersiapkan anggaran maupun penelitian terkait skenario-skenario perubahan iklim,” kata Budi.
Proyek global GCF ini dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim. Total pendanaan mencapai 35 juta dollar AS untuk tujuh negara, yakni Indonesia,Madagaskar, Nepal, Palestina, Thailand, Togo, dan Vietnam.
Komponen adaptasi mencakup penguatan dan integrasi sistem peringatan dini untuk penyakit yang berkaitan atau terjadi akibat perubahan iklim. Sementara upaya mitigasi salah satunya bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari fasilitas kesehatan.
Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang lebih luas, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pemilihan lokasi dan sinkronisasi dengan strategi pembangunan nasional. Kemudian Kementerian Keuangan akan dilibatkan sebagai otoritas untuk menentukan proposal proyek GCF yang spesifik bagi Indonesia.
Program global
Officer in Charge of UNDP Indonesia Sujala Pant mengatakan, proposal yang diinisiasikan dalam kegiatan ini merupakan bagian dari program global. Khusus untuk Indonesia nantinya akan ada fokus proyek tertentu yang bisa menjadi katalis bagi pendanaan dari pihak lainnya.
”Untuk sektor kesehatan ini memang ada dimensi tertentu yang bisa kita lihat memiliki potensi untuk diberikan pendanaan. Jadi, aspek inilah yang tengah dibahas sehingga turut berkontribusi terhadap sektor kesehatan yang rendah karbon,” ujarnya.
Selama ini, UNDP memiliki portofolio program iklim yang besar dengan dukungan terhadap aksi iklim di hampir 150 negara berkembang. Sebanyak 72 persen dari program UNDP di Indonesia juga berfokus pada ketahanan iklim dan bencana alam. UNDP percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu yang saling terkait sehingga perlu integrasi di seluruh area.
WHO Country Representative, Paranietharan menambahkan, WHO berkomitmen untuk menghadapi ancaman kesehatan yang timbul akibat dampak dari perubahan iklim, pendanaan ini memang tidak besar, tetapi diharapkan bisa turut mendukung upaya mengatasi perubahan iklim di sektor kesehatan.