Hadapi Kebrutalan Aparat, Unjuk Rasa Mahasiswa di AS Kian Membara
Para mahasiswa bersumpah bertahan tinggal di tenda-tenda di sekitar kampus sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Protes pro-Palestina di universitas-universitas di Amerika Serikat justru semakin membara menghadapi tindakan keras oleh aparat. Protes terus menyebar dan meluas selama akhir pekan ini. Bentrok massa pro-Palestina dengan pro-Yahudi mewarnai protes.
Hingga Senin (29/4/2024), protes pro-Palestina menyebar di kampus-kampus universitas di AS, dari California, Texas, Georgia, hingga Massachusetts. Para mahasiswa bersumpah bertahan tinggal di tenda-tenda di sekitar kampus sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Tuntutan mahasiswa, antara lain, gencatan senjata dalam perang Israel dengan Hamas dan AS menghentikan bantuan militer untuk Israel. Tuntutan diiringi seruan agar universitas-universitas berhenti berinvestasi di perusahaan-perusahaan Israel yang terlibat dengan militer negara tersebut.
Meluasnya protes dipicu penangkapan terhadap lebih dari 100 mahasiswa di kampus Universitas Columbia sepekan lalu. Setelah rangkaian protes, kekerasan oleh aparat, dan penangkapan, kampus Columbia terlihat tenang pada Sabtu (27/4/2024).
”Tidak ada laporan penangkapan ataupun gangguan dalam semalam,” kata juru bicara universitas, Minggu (28/4/2024) waktu setempat atau Senin (29/4/2024) WIB.
Namun, di luar Universitas Columbia, tindakan keras aparat terus berlanjut di beberapa kampus. Sepanjang Sabtu terjadi penutupan area ke Universitas Southern California (USC) disertai polisi yang datang dalam jumlah besar. Lebih dari 200 orang ditangkap di beberapa kampus, di antaranya 80 orang di Universitas Washington di St Louis, pada Sabtu (27/4/2024) malam.
Salah satu yang ditangkap di Universitas Washington adalah calon presiden dari Partai Hijau tahun 2024, Jill Stein. ”Mereka mengirimkan polisi antihuru-hara dan memicu kerusuhan dalam demonstrasi yang damai. Jadi, ini memalukan,” kata Stein dalam pernyataan.
Universitas Washington menyatakan, para mahasiswa yang ditangkap dijerat dengan pasal masuk tanpa izin ke kawasan kampus. Pada Minggu, dua unjuk rasa yang saling berlawanan muncul di USC, Los Angeles. Kelompok luar berencana berdemonstrasi mendukung kelompok pro-Palestina dan kelompok lain berunjuk rasa untuk mendukung mahasiswa Yahudi.
Mereka mengirimkan polisi antihuru-hara dan memicu kerusuhan dalam demonstrasi yang damai. Jadi, ini memalukan.
Anggota Pusat Keadilan Sosial, Harriet Tubman, berencana mendukung hak mahasiswa untuk protes. Namun, sebagai oposisi, kelompok bernama Stand With Us akan mengadakan unjuk rasa membela mahasiswa Yahudi ”Stand in Support of Jewish Students” untuk melawan kebencian dan antisemitisme.
Protes berskala nasional telah menarik perhatian Presiden Joe Biden. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan kepada ABC News, presiden memahami sentimen yang sangat kuat mengenai perang di Gaza.
”Dia memahami hal itu. Dia menghormatinya, dan seperti yang telah dia katakan berkali-kali, kami tentu saja menghormati hak untuk protes damai,” kata Kirby. Ia menambahkan, presiden mengecam antisemitisme dan ujaran kebencian.
Menurut Kirby, masyarakat harus mempunyai kemampuan untuk mengutarakan pandangan mereka dan berbagi perspektif mereka secara publik. Namun, hal itu harus dilakukan secara damai.
Rusuh
Pada Minggu (28/4/2024) waktu setempat, unjuk rasa di Universitas California Los Angeles (UCLA) yang awalnya damai berubah rusuh. Kerusuhan dipicu aksi beberapa pengunjuk rasa yang berusaha menerobos penghalang yang dibuat pihak kampus untuk memisahkan kedua pengunjuk rasa pro-Palestina dan pro-Yahudi.
Anggota dari dua kelompok pengunjuk rasa itu saling dorong sembari meneriakkan slogan serta hinaan. Beberapa di antara mereka berkelahi dan saling pukul. Polisi kampus yang bersenjatakan tongkat akhirnya memisahkan dua kelompok itu. Polisi Los Angeles tidak terlibat dalam aksi itu dan tak ada penangkapan.
Wakil Rektor UCLA Bidang Komunikasi Strategis Mary Osako menyatakan penyesalan atas kerusuhan itu. ”UCLA memiliki sejarah panjang sebagai tempat protes damai, dan kami sedih atas kekerasan yang terjadi,” sebut Osako dalam pernyataan.
UCLA menyatakan, unjuk rasa dari dua kelompok berbeda di kampus itu melibatkan orang-orang dari luar universitas. Universitas mengizinkan dua kelompok di kampus untuk mengekspresikan pandangan mereka.
Protes yang terus membesar ditanggapi pimpinan sejumlah universitas dengan kebijakan beragam, mulai dari penutupan area kampus, penghentian perkuliahan tatap muka yang digantikan jarak jauh, hingga penundaan acara kelulusan.
Di USC, pimpinan kampus telah membatalkan upacara pembukaan utama kelulusan. Sebelumnya, pimpinan kampus membatalkan pidato perpisahan kelulusan yang direncanakan dibacakan seorang mahasiswa Muslim. Mahasiswa itu mengatakan, dirinya dibungkam oleh kebencian anti-Palestina.
Wali Kota Los Angeles Karen Bass mengatakan, dia yakin pembatalan acara tersebut adalah keputusan yang harus mereka ambil. ”Mereka memperkirakan 65.000 orang di kampus, dan mereka merasa tidak aman,” kata Bass di acara State of the Union di CNN.