Jerat Prostitusi dan Narkoba pada Anak Dimulai dari Tongkrongan
Tongkrongan jadi pintu masuk anak terjerumus ke dalam dunia prostitusi dan narkoba. Pengaruh lingkungan sangat kuat.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jerat narkoba dan prostitusi masih rentan ”mengikat” anak. Mereka yang tinggal di perkotaan dan sentra wisata adalah yang paling rawan menjadi korban. Mereka terjerumus diawali dari tongkrongan.
Pelaksana Tugas Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Lia Latifah, Sabtu (27/4/2024), mengatakan, dunia prostitusi dan narkoba tidak bisa dipisahkan. Kedua elemen ini sudah biasa digunakan untuk menjerat anak. Kasus tewasnya FA (16) karena dicekoki narkoba oleh pelanggannya di Jakarta Selatan adalah sebuah gambaran kasus yang berulang.
FA tergiur dengan ajakan temannya, AP (16), yang menawarinya pekerjaan untuk melayani pelanggannya dengan upah Rp 1,5 juta. Namun, setibanya di hotel, FA dicekoki narkoba berupa ekstasi dan sabu. AP hanya tidak sadarkan diri beberapa jam, tetapi FA tewas diduga karena overdosis.
Di beberapa daerah seperti Bekasi dan Garut di Jawa Barat, ada kasus berulang anak menjadi korban prostitusi dan dicekoki narkoba. Modusnya serupa, salah satu anak memengaruhi teman lainnya untuk masuk dalam jerat prostitusi.
Lalu, korban yang telanjur terjerumus dalam dunia kelam itu dicekoki narkoba. Semua dimulai dari obrolan di tongkrongan. ”Pada akhirnya anak sulit untuk lepas dari jerat tersebut,” kata Lia.
Di Garut, misalnya, kata Lia, seorang anak diperkosa oleh dua temannya yang sama-sama masih di bawah umur. Ketika bertemu, minumannya diberi narkoba sehingga korban tidak sadarkan diri dalam beberapa jam.
”Korban tidak tahu apa yang terjadi. Dia hanya melihat celananya basah dan (beberapa waktu kemudian) ternyata korban telah hamil,” ujarnya.
Kedua modus ini menunjukkan rentannya anak masuk dalam dunia prostitusi dan narkoba. Dari hasil penelusuran Komnas Anak, dua daerah yang kerap kali mengorbankan anak masuk dalam dunia prostitusi ada di kawasan perkotaan dan tempat wisata. ”Salah satunya Puncak (Kabupaten Bogor),” katanya.
Jika dilihat dari komposisi, anak yang tinggal di perkotaan, 60 persen rentan terjerat prostitusi dan narkoba. Adapun di sentra wisata komposisinya mencapai 35 persen. ”Karena faktor lingkungan juga mengambil peran,” ucap Lia.
Ada beberapa alasan anak masuk dalam jerat tersebut, mulai dari ekonomi karena ingin mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Alasan lain adalah gaya hidup perkotaan yang glamor yang menjadi celah masuknya narkoba dan seks bebas dibalut tawaran bersenang-senang.
”Terkadang, anak yang sudah menjadi pekerja seks memilih sendiri pelanggannya. Tujuannya hanya untuk bersenang-senang,” kata Lia.
Namun, apa pun motifnya, anak tetap harus ditempatkan sebagai korban. Mereka belum memiliki pemahaman yang luas untuk memilah mana yang baik dan tidak. Orang dewasalah yang harus bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada anak.
Lia berpendapat, banyak anak yang terjerumus dalam dunia prostitusi dan narkoba diawali dari ketidaknyamanan di dalam rumah. ”Kurangnya komunikasi atau malah adanya kekerasan dalam rumah tangga menjadi penyebab anak tidak betah di rumah,” ujarnya.
Kondisi inilah yang harus disadari oleh setiap orangtua agar sang anak tidak masuk dalam jurang prostitusi dan narkoba. Sebab, sekarang, ujar Lia, arus informasi dapat diperoleh dengan mudah, termasuk gambar atau video porno yang merangsek ke dalam pikiran anak-anak dan pada akhirnya terbawa ke dunia nyata. Begitu pula dengan narkoba.
Penyelidikan akan sampai pada pemeriksaan percakapan korban dan pelaku untuk memastikan ada indikasi perdagangan orang dalam kasus ini.
Aparat penegak hukum, terutama kepolisian, harus mengambil peran dalam hal pemberian sanksi kepada pelaku. ”Segala kejahatan yang berkaitan dengan anak harus diselesaikan dengan cepat. Rehabilitasi juga perlu dilakukan segera agar kejadian ini tidak menimbulkan trauma,” ucap Lia.
Polres Jakarta Selatan masih terus menyelidiki kasus pekerja seks anak yang dicekoki narkoba hingga tewas. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Bintoro mengatakan akan terus menyelidiki kasus ini, termasuk adanya indikasi perdagangan orang.
”Penyelidikan akan sampai pada pemeriksaan percakapan korban dan pelaku untuk memastikan ada indikasi perdagangan orang dalam kasus ini,” katanya.
Tidak hanya itu, kepolisian akan mendeteksi dari mana pelaku memperoleh narkoba dan senjata ilegalnya.
Penyelidikan menjurus pada kemungkinan adanya anak lain yang menjadi korban. Di sisi lain, pihaknya akan memeriksa kondisi psikis pelaku AN (48) dan BH (46) untuk mendeteksi adanya penyimpangan seksual. Sebab, dari barang bukti yang disita, salah satunya adalah alat mainan seks.
Salah satu pelaku, AN, mengaku dia hanya ditawari oleh AP untuk kencan. ”Memang saya sudah empat kali berkencan dengan AP. Namun dengan FA baru pertama kali,” katanya. AN mengaku tidak mengetahui bahwa yang berkencan dengan dia adalah anak-anak.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian.
Selain itu, karena korban adalah anak, kedua pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua tersangka juga dijerat dengan Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena memiliki senjata ilegal beserta amunisinya.