Kalimantan Barat Perlu Bersolek Benahi Daya Tarik Wisata dan Pelayanan Kesehatan
Tanpa bandara internasional, tiap daerah, seperti Kalimantan Barat, harus punya kekhasan unik sebagai daya tarik wisata.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah hendaknya meningkatkan daya tarik wisata dan pelayanan kesehatan di dalam negeri. Hal tersebut perlu dilakukan agar warga tertarik berwisata dan mengakses layanan kesehatan di dalam negeri. Kendati demikian, perubahan status bandara di Pontianak juga dinilai tidak tepat.
Sebelumnya, status Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat, berubah dari bandara internasional menjadi bandara domestik oleh Kementerian Perhubungan. Hal tersebut dilakukan karena ternyata warga negara Indonesia lebih banyak ke luar negeri daripada warga negara asing ke dalam negeri. Di Kalbar, warga kerap ke Kuching, Sarawak, Malaysia, untuk berobat dan berwisata karena akses lebih dekat dan dinilai lebih murah (Kompas.id, 27/4/2024).
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman, Senin (29/4/2024), menuturkan, dalam pariwisata, Kalbar perlu membangun keunikan wisata. Kalau Kalbar menjual pariwisata pantai, misalnya, itu tidak bisa bersaing dengan Bali. Kalau wisata modern perkotaan, sulit melawan Singapura. ”Kaunikan kita (Kalbar) adalah wisata budaya,” katanya.
Oleh karena itu, aspek wisata budaya itu yang perlu diperkuat. Kalbar masih memiliki Rumah Panjang, rumah tradisional khas suku Dayak, salah satunya. Namun, infrastruktur untuk menjangkau destinasi wisata tersebut masih perlu ditingkatkan. ”Jalan dari bandara ke destinasi wisata, misalnya, tidak mendukung,” kata Eddy.
Selain itu, Eddy menyoroti kebersihan di restoran atau tempat makan di sepanjang jalan menuju destinasi wisata yang kurang mendukung. Hal-hal seperti itu perlu dibenahi terlebih dahulu.
Selain itu, harga tiket transportasi ke destinasi wisata dalam negeri juga mahal. Bandingkan tiket penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia, ke Penang atau Johor yang hanya Rp 200.000. Sementara tiket Pontianak-Jakarta Rp 1,3 juta. Orang sulit bergerak. Lebih mudah orang ke luar negeri.
”Kebijakan pemerintah mengubah status Bandara Supadio dari internasional ke domestik keliru. Kalau lewat Jakarta, menambah biaya bagi masyarakat,” kata Eddy.
Bidang kesehatan di Kalbar masih perlu dibenahi. Biaya pengobatan dinilai masih relatif tinggi dibandingkan jika ke Kuching, Sarawak, Malaysia. Layanan kesehatan juga belum nyaman, antrean panjang, dan sikap petugas kesehatan terkadang kurang nyaman bagi pasien. Harusnya, aspek yang masih kurang di dalam negeri yang dibenahi, bukan menutup penerbangan internasional di daerah khususnya di Pontianak.
”Bahkan, diagnosis pun beberapa kali keliru. Kalaupun diagnosisnya tepat, obatnya terlalu banyak. Ada teman dari dokter di luar negeri, obat paling satu atau dua jenis. Di kita, ada sampai delapan obat. Padahal, sakitnya biasa,” kata Eddy.
Terus ditingkatkan
Terkait sejumlah hal yang harus diperkuat dan dibenahi, Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar Harisson, saat ditemui, Senin siang, menuturkan, yang jadi masalah, destinasi wisata Kalbar berada di tempat-tempat yang infrastrukturnya kurang baik dan jauh. Hal tersebut yang terus diupayakan untuk ditingkatkan serta perlu peran dari pemerintah pusat juga. ”Sebab, kalau hanya pemerintah daerah, anggarannya sangat terbatas,” katanya.
Keramahan dan kecepatan layanan harus dibimbing terus.
Terkait aspek pelayanan kesehatan, hal tersebut sudah dimulai sejak lama. Pemerintah Provinsi Kalbar sudah membangun dua tower gedung rawat inap dengan 14 kamar operasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso Pontianak. ”Itu tidak kalah dengan rumah sakit di luar negeri,” kata Harisson.
Pemerintah Provinsi Kalbar juga telah membangun unit radiologi, terapi kanker dapat dilakukan di RSUD dr Soedarso. Kemudian, terdapat gedung pelayanan jantung sehingga sekarang sudah bisa melayani bedah jantung terbuka.
Sekarang tinggal bagaimana cara meningkatkan pelayanan. Sebab, yang dituntut masyarakat adalah pelayanan yang cepat dan ramah. Hal tersebut terus dipacu agar masyarakat tidak terus ke luar negeri dan memanfaatkan pelayanan di dalam negeri.
Perbaikan dilakukan dengan penambahan jumlah sumber daya manusia. Untuk dokter spesialis, karena masih terbatas, pemerintah bekerja sama dengan pusat pendidikan dokter spesialis agar putra daerah ataupun dokter yang ingin sekolah ke spesialis dapat difasilitasi. Namun, ia harus tetap mengabdi di Kalbar.
”Keramahan dan kecepatan layanan harus dibimbing terus. Sebab, menyangkut beban kerja. Ketika pasiennya banyak, lalu lupa senyum,” tuturnya.
Penjabat Wali Kota Pontianak Ani Sofian menuturkan, intensitas promosi akan terus ditingkatkan. Untuk memperkuat promosi sudah ada alokasi anggaran. Namun, Ani tidak menyebutkan anggarannya. Diperlukan juga dukungan pemerintah provinsi agar promosi lebih luas.
Terkait layanan kesehatan, persepsi masyarakat terkait layanan perlu diperbaiki. Ani menilai, fasilitas layanan tidak kalah dengan di luar negeri. Demikian juga sumber daya manusia. Kendati demikian, pihak rumah sakit juga terus didorong berkelanjutan memberikan pelayanan yang ramah kepada pasien.
Bardasar catatan Kompas, kualitas layanan yang belum optimal menjadi alasan sekitar 1 juta warga Indonesia masih memilih rumah sakit luar negeri untuk berobat. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 161 triliun.