Harga Beras Mahal, Desa Dapat Apa?
Ketahanan pangan akan tercapai jika petani antusias melanjutkan pekerjaan mereka.
Salah satu jenis kapital yang tersedia di perdesaan dan mulai jarang ditemukan di perkotaan adalah lahan pertanian. Ini membuat sektor pertanian, termasuk pertanian tanaman pangan, khususnya padi, sebagian besar ada di perdesaan.
Maka, ketika harga beras melambung, muncul pertanyaan, seberapa banyak kenaikan harga dinikmati para petani padi sebagai produsen utama beras di Indonesia, yang sebagian besar tinggal di perdesaan.
Muncul pertanyaan, seberapa banyak kenaikan harga dinikmati para petani padi sebagai produsen utama beras di Indonesia.
Sayangnya, cerita di lapangan berkata lain. Alih-alih menikmati rezeki karena kenaikan harga produknya, petani padi sebagaimana berita yang terbaca malah ikut antre beras murah program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) pemerintah.
Liputan Kompas mendapati petani padi di Cirebon tak punya simpanan beras hasil panen pada masa tanam sebelumnya karena kali ini panen mundur akibat kekeringan sebagai dampak El Nino.
Prioritas kebutuhan keluarga
Saya menghubungi beberapa petani padi organik yang saya kenal. Apakah kondisi yang terjadi di Cirebon seperti digambarkan Kompas juga mereka alami.
Kawan-kawan petani menjawab, ”simpanan beras kami masih aman, tidak terjadi kekurangan sehingga harus mencari beras murah program operasi pasar pemerintah”. Mereka masih makan nasi hasil panen sebelumnya.
Petani padi organik selalu membiasakan menggunakan hasil panen mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka terlebih dulu.
Sejak lama, kawan-kawan petani padi organik selalu membiasakan menggunakan hasil panen mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka terlebih dulu. Jika ada sisa, barulah itu dijual.
Kebiasaan menempatkan pemenuhan kebutuhan pangan keluarga sebagai prioritas utama dalam pemanfaatan hasil panen memang selalu disampaikan para pendamping petani organik.
Penampung dan modal
Lalu, beras dengan harga yang mahal itu berasal dari mana? Tak sulit menelusuri. Begitu selesai panen, sebagian besar petani menjual beras kepada para penampung. Sebagian dari mereka ini bermodal raksasa, dengan fasilitas gudang yang sangat besar.
Para petani padi pasti juga menyimpan beras hasil sawah mereka untuk kebutuhan pangan keluarganya. Sementara uang hasil penjualan sebagian gabah juga sangat diharapkan sebagai modal tanam pada masa tanam berikutnya.
Sudah sering pula kita dengar hasil bertani padi di Indonesia tidak cukup untuk modal di musim tanam berikutnya.
Sudah sering pula kita dengar hasil bertani padi di Indonesia tidak cukup untuk modal di musim tanam berikutnya. Dengan situasi seperti ini, tekanan untuk menjual hasil panen menjadi semakin tinggi.
Situasi ini jarang terjadi pada para petani padi sehat atau organik. Sebab, sarana produksi untuk padi jenis ini sebagian besar adalah hasil produksi sendiri, tidak perlu membeli.
Komoditas utama
Beras adalah komoditas pangan utama di Indonesia. Dengan permintaan yang bersifat inelastis, komoditas beras pasti sangat menarik para pemodal besar untuk terjun ke dalam rangkaian tata niaganya.
Di sisi lain, tekanan untuk mendapatkan modal sebagai bekal musim tanam berikutnya memaksa para petani padi bergegas menjual hasil panennya. Ketika masa panen mundur, sudah tak ada lagi beras di tangan petani sehingga kenaikan harga beras tak mereka alami sebagai produsen.
Pemerintah biasanya mengatasi meningkatnya harga beras di pasar domestik dengan impor.
Pemerintah biasanya mengatasi meningkatnya harga beras di pasar domestik dengan impor. Akan tetapi, jika waktunya tak tepat, dampak impor beras justru memukul petani. Ketika mereka panen, pasar di dalam negeri sedang dibanjiri beras impor.
Di tengah upaya menggapai ketahanan pangan (beras), melakukan impor beras setiap kali ada kendala masa panen bukanlah solusi yang dapat dipertahankan. Pembenahan perlu dilakukan di titik paling hulu, yakni cara bertani padi yang memberikan kedaulatan kepada petani dan peningkatan produktivitas sawah.
Lebih produktif
Banyak bukti di lapangan, pertanian padi organik memiliki produktivitas di atas produktivitas padi konvensional. Jika rata-rata produktivitas sawah konvensional adalah 5,5 ton per hektar (ha), sawah padi sehat di Tasikmalaya bisa menghasilkan 8 ton per ha. Kawan saya di Wonogiri bisa menghasilkan 13 ton per ha.
Para petani padi organik ini sudah lama tidak lagi merasakan kerepotan berburu pupuk bersubsidi. Sebab, pupuk kompos bisa mereka produksi sendiri. Di sisi sarana produksi pertanian, para petani padi organik adalah tuan bagi dirinya sendiri. Terlebih lagi, saat ini, hasil produksi mereka jika dijual di toko ritel akan masuk ke kelompok beras premium.
Jika rata-rata produktivitas sawah konvensional adalah 5,5 ton per hektar (ha), sawah padi sehat di Tasikmalaya bisa menghasilkan 8 ton per ha.
Sayangnya, belum terlihat kiprah pemerintah dalam mendorong pertanian padi organik sebagai arus utama di Indonesia. Di era perubahan iklim, pertanian padi organik juga menawarkan mekanisme mitigasi perubahan iklim.
Sebab, pertanian padi organik banyak mengurangi penggunaan sarana produksi pabrikan yang dibuat dengan intensitas energi yang tinggi. Sementara sumber energi kita masih didominasi bahan bakar fosil, salah satu sumber utama gas rumah kaca, penyebab perubahan iklim.
Antusias
Ketahanan pangan akan tercapai jika produsen pangan tetap antusias melanjutkan pekerjaan mereka. Telah lama para petani padi di Indonesia tidak menikmati imbal hasil yang memadai.
Salah satu penyebabnya adalah hilangnya kedaulatan petani dalam proses produksi padi. Harga sarana produksi dan harga hasil produksi ditentukan oleh pihak luar. Pertanian padi organik menawarkan kembalinya kedaulatan petani padi.
Ada baiknya pemerintah mulai mendalami dan mendorong penerapan pertanian padi organik secara lebih luas. Suka tidak suka, ketahanan pangan hanya dapat dicapai lewat kedaulatan para petani tanaman pangan, yang sebagian besar tinggal di desa.