Di dalam olahraga, kita kenal asas-asas sportivitas. Urusan STY dengan negaranya semata-mata urusan profesionalisme.
Oleh
RENVILLE ALMATSIER
·1 menit baca
Menyusul kekalahan tim Korea Selatan oleh tim Indonesia dalam babak penyisihan Olimpiade, muncul macam-macam berita. Didorong rasa kecewa atas kekalahan itu, berbagai media Korsel, seperti dikutip media sosial, mengungkap kemarahan orang Korsel terhadap pelatih kita yang berkebangsaan Korsel, Shin Tae-yong (STY). Konon, rakyat Korea mengusulkan kepada presidennya agar mengusir STY karena dianggap pengkhianat. Sebaliknya, di pihak kita, banyak pendukung mengusulkan agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan KTP untuk STY agar dia diaku sebagai penduduk Indonesia.
Kecewa seperti itu umum, tapi tidak wajar jika para pendukung olahraga berpikiran tidak sportif. Saya imbau pendukung timnas untuk tidak terlibat dalam urusan STY dengan negaranya. Di dalam dunia olahraga, kita kenal asas-asas sportivitas. Urusan STY dengan negaranya adalah semata-mata urusan profesionalisme. Tidak ada urusan nasionalisme di dalamnya.
Sebagai pelatih profesional, wajarlah STY mengeluarkan segala keahliannya untuk membina tim Indonesia yang mengontraknya. Ia melatih secara profesional untuk mengangkat kualitas tim asuhannya. Hendaknya kita juga tahu diri. Kita masih ingat bagaimana Rexy Mainaky dan beberapa pelatih bulu tangkis kita dianggap pengkhianat ketika mereka melatih tim Malaysia.
Marilah kita bersikap dewasa. Jangan terbuai oleh agitasi soal nasionalisme versus profesionalisme. Ketika ada beberapa pemain sepak bola keturunan Indonesia di Belanda menolak untuk dinaturalisasi, mereka langsung dicap ”anti-Indonesia”. Jangan semudah itu mengecap hak asasi orang dalam dunia olahraga. Semoga di tengah euforia kesuksesan tim kita, kita masih bisa berpikirian nuchter dan waras.