Muhammad Fauzal Rizki dan Hana Purnawarman, Ubah Sampah Jadi Produk Karbon
Sampangan memproses sampah dengan teknologi karbonisasi ramah lingkungan seperti karbon aktif untuk pengolahan air.
Muhammad Fauzal Rizki dan Hana Purnawarman berfokus pada pengembangan ekonomi sirkular melalui Sampangan, perusahaan rintisan yang mereka bangun pada 2019. Sampangan memiliki visi ke depan agar sampah tidak terbuang sia-sia sehingga dapat menciptakan dampak positif jangka panjang secara sosial, lingkungan, dan ekonomi.
Bersama dengan Mycotech Lab (MYCL), perusahaan rintisan dari Bandung, Jawa Barat, Sampangan yang berbasis di Bekasi berhasil meraih dana hibah 250.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 2,9 miliar pada Konferensi Filantropi Asia atau Philanthropy Asia Summit (PAS) 2024 di Singapura, 15-17 April lalu.
Sampangan bersama MYCL dan tiga perusahaan rintisan lainnya dari Amerika Serikat, Hong Kong, dan Filipina terpilih sebagai peserta dalam kelompok pertama program mentoringamplifier (penguat). Program ini diselenggarakan The Centre for Impact Investing and Practices (CIIP) dan Philanthropy Asia Alliance (PAA), yang merupakan entitas ekosistem Temasek Trust, Singapura.
Kenapa kami mulai usaha ini karena kami melihat sampah jadi masalah besar di Indonesia.
Muhammad Fauzal Rizki menuturkan, sejak berdiri, Sampangan fokus pada pengelolaan sampah. Secara kebetulan lokasi usaha mereka juga dekat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
Baca juga: Dua ”Start Up” Inovator dari Indonesia Dapat Suntikan Dana
”Saat mendirikan Sampangan, kami tidak tahu apa itu ekonomi sirkular. Pokoknya kami ingin bikin sampah jadi barang. Kenapa kami mulai usaha ini karena kami melihat sampah jadi masalah besar di Indonesia,” kata Fauzal saat ditemui di sela-sela acara PAS 2024 di Expo Sands & Convention Centre, Marina Bay Sands, Singapura, Selasa (16/4/2024).
Menurut Fauzal, mereka mencoba menyelesaikan permasalahan sampah yang sangat besar dan kompleks. Hal itu mengingat solusi masalah sampah di Indonesia selama ini adalah daur ulang, bukan memproses sampah. Padahal, daur ulang hanya memanfaatkan tidak sampai 10 persen dari total sampah yang dihasilkan.
”Kami mulai memproses sampah dengan teknologi, yang dinamakan teknologi karbonisasi dengan menggunakan mesin yang disebut The Magic Box,” ujar Fauzal, founder dan Chief Executive Officer (CEO) Sampangan ini.
Kotak ajaib
The Magic Box adalah mesin pemroses sampah yang diciptakan oleh Dr Ishenny Mohd Noor, ayah Fauzal. Mesin tersebut bisa memproses semua jenis sampah organik dan anorganik walaupun tercampur. Hasil prosesnya adalah produk-produk yang bernilai jual tinggi, misalnya karbon aktif.
Fauzal menyebutkan, cara kerja The Magic Box mirip dengan alat penanak nasi (rice cooker). Namun, sumber utama energinya bukan dari bahan bakar minyak ataupun dari listrik, melainkan dari energi potensial sampah yang dimasukkan ke dalamnya. Mesin itu bisa mengubah sampah menjadi energi panas dalam prosesnya.
”Karena prosesnya adalah pemanasan, jadi kami sama sekali tidak membakar sampah. Kalau sampah itu dibakar, emisinya banyak dan berbahaya. Karena ini pemanasan, emisinya sangat rendah. Proses ini pun sangat ramah lingkungan,” katanya.
Baca juga: Adi Reza dan Annisa Wibi, Inovasi Kulit dari Serat Jamur yang Mendunia
Ia mengatakan, sampah organik yang diproses dengan The Magic Box akan menjadi karbon aktif dan pupuk karbon cair. Sementara itu, sampah plastik akan menjadi minyak mentah (crude oil), lalu diproses lagi menjadi biokatalis.
”Biokatalis digunakan sebagai input ke dalam mesin. Biokatalis bisa menurunkan keperluan energi mesin sehingga terjadi efisiensi energi,” ujarnya.
Ia menyebutkan, satu mesin The Magic Box dengan kapasitas 1-5 ton per hari cuma butuh 3 kilowatt jam (kWh). Itu setara dengan penggunaan satu unit penyejuk ruangan (AC).
”Biaya listrik untuk pabrik kami cuma Rp 1 juta per bulan. Itu adalah inti dari desain teknologi yang kami miliki, rendah energi, rendah emisi, tetapi nilai jualnya tinggi,” ujarnya.
Limbah pertanian
Menurut Fauzal, aktivitas utama Sampangan saat ini adalah memproduksi karbon aktif. Produk tersebut berbentuk seperti arang, tetapi sifatnya berbeda dengan arang karena sudah tidak bisa dibakar dan memiliki daya serap yang tinggi.
Kami mengambil sampah (limbah) pertanian yang biasanya dibuang dan dibakar karena tidak ada nilainya. Kami mengubahnya menjadi produk dengan nilai jual tinggi.
Dalam kehidupan sehari-hari, karbon aktif digunakan untuk obat diare (norit), pengolahan air (water treatment), ban mobil, baterai, dan lain sebagainya. Aplikasi industri untuk karbon aktif tergolong sangat luas.
”Kami melihat itu sebagai peluang bisnis yang secara komersial bisa berkelanjutan dan secara lingkungan dan sosial bisa berdampak. Karena itu, kami mengambil sampah (limbah) pertanian yang biasanya dibuang dan dibakar karena tidak ada nilainya. Kami mengubahnya menjadi produk dengan nilai jual tinggi,” katanya.
Menurut Fauzal, mereka tidak perlu lagi mengedukasi orang untuk memakai karbon aktif karena penggunaannya sudah lazim dalam kehidupan sehari-hari. ”Secara komersial, kami pun bisa mendapatkan dampaknya dalam waktu yang singkat,” ujarnya.
Hana Purnawarman selaku co-founder dan Chief Product Officer Sampangan menuturkan, mereka membangun Sampangan karena yakin usaha rintisan tersebut bisa menciptakan kesejahteraan bagi semua orang sambil berbuat baik bagi lingkungan dari sumber daya yang paling melimpah di bumi, yaitu sampah atau limbah.
”Kami sudah bikin macam-macam dari sampah. Awalnya, kami bikin bahan konstruksi rendah karbon seperti yang digunakan untuk Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) dari Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” katanya.
Fauzal menyebutkan, fokus bisnis Sampangan saat ini adalah memproduksi karbon aktif untuk pengolahan air di berbagai industri. Bahan bakunya dari limbah pertanian, terutama dari limbah kelapa dan jagung. Limbah itu didapatkan dengan mudah dari wilayah Jawa Barat.
”Kapasitas produksi karbon aktif di pabrik kami saat ini sekitar 10 ton per bulan. Sementara permintaan karbon aktif dalam kontrak kami bisa mencapai 25 ton sampai 40 ton per bulan. Jadi, permintaan masih lebih besar dari kapasitas yang ada,” katanya.
Karena itu, Fauzal dan Hana bertekad memanfaatkan program amplifier untuk meningkatkan kapasitas produksi agar bisa memenuhi kontrak penjualan. Selain itu, juga untuk pengembangan bisnis agar bisa merambah pasar regional atau ekspor, serta berupaya mendapatkan sertifikasi Science Based Targets initiative (SBTi).
”Nama Sampangan itu mengandung filosofi sampah menuju pangan. Dengan teknologi karbonisasi, kami ingin mengubah sampah menjadi bermacam-macam produk yang ramah lingkungan dan bernilai jual tinggi,” kata Fauzal.
Muhammad Fauzal Rizki
Pekerjaan : Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Sampangan
Pendidikan : S-1 Ilmu Komputer Universitas Malaya, Malaysia
Hana Purnawarman
Pekerjaan : Co-founder dan Chief Product Officer Sampangan
Pendidikan : S-1 Arsitektur Universitas Malaya, Malaysia