SKK Migas Yakin Penjualan Gas Alam Cair Blok Masela Akan Laris Manis
Perusahaan yang menyampaikan ”letter of intent” ke Inpex cukup banyak, melebihi kapasitas 9,5 juta ton LNG per tahun.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas menargetkan proyek Abadi Masela di Maluku mulai beroperasi pada 2029. Produksinya diperkirakan mencapai 9,5 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun serta 150 juta standar kaki kubik gas per hari melaui pipa. Menjanjikan kebutuhan domestik sebagai prioritas, SKK Migas yakin, proyek itu tak akan kekurangan pembeli.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/3/2024) sore, mengatakan, Proyek Abadi Masela, yang dioperatori Inpex Masela, saat ini dalam status pengembangan. Ke depan, akan ada dua train, dengan total volume produksi LNG sebesar 9,5 juta ton.
Untuk gas pipa, sudah ada head of agreement (HOA) antara Inpex dan Pupuk Indonesia untuk pembangunan pabrik pupuk di Pulau Yamdena.
”Ditambah gas pipa sebesar 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Pipa dibangun bersamaan dengan proyek (Masela) ini. Untuk gas pipa, sudah ada head of agreement (HOA) antara Inpex dan Pupuk Indonesia untuk pembangunan pabrik pupuk di Pulau Yamdena,” ujarnya.
Proyek itu, Dwi menambahkan, juga akan menghasilkan 35.000 barel kondensat per hari.
Prioritas dalam negeri
Terkait offtaker (pembeli), menurut dia, pemerintah telah menetapkan kebijakan bahwa kebutuhan dalam negeri harus dipenuhi dulu sebelum ekspor. Perusahaan dalam negeri yang sudah mencapai kesepakatan dengan Inpex untuk pembelian LNG ialah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pupuk Indonesia.
Sejauh ini, untuk kebutuhan Indonesia diarahkan sekitar 50 persen. Namun, jika ada perusahaan dalam negeri lain berminat, akan diutamakan. Sementara sisanya akan diekspor.
”Yang telah menyampaikan LOI (letter of intent) ke Inpex cukup banyak. Melebihi kapasitasnya yang 9,5 juta ton (LNG) per tahun. Jadi, dari sisi marketing (pemasaran) tidak ada masalah,” tutur Dwi.
Abadi Masela merupakan salah satu lapangan migas dengan cadangan terbukti gas dengan jumlah besar di Indonesia. Pertama kali ditemukan pada 2000 oleh Inpex.
Minta dukungan DPR
Penuh kontroversi dalam kebijakan internal pemerintah, ditambah pandemi Covid-19, proyek itu tak kunjung dimulai. Akhirnya, Shell yang memegang 35 persen saham (65 persen milik Inpex) memutuskan hengkang.
Kelanjutan proyek itu menemukan titik terang setelah PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Petronas Masela Sdn Bhd (Petronas Masela) membeli hak partisipasi Shell pada 2023. Dengan transaksi tersebut, PHE mengelola 20 persen dari kepemilikan. Sementara Petronas Masela mengelola 15 persen. Inpex tetap memegang 65 persen hak partisipasi sekaligus menjadi operator.
Yang kami harapkan adalah dukungan Komisi VII DPR tentang implementasi (skema) cost recovery dan juga dukungan pemerintah terhadap proses persetujuan, komersialisasi, dan financing.
”Dengan asumsi pandemi berlangsung 2 hingga 2,5 tahun, maka (operasi) dari yang tadinya ditargetkan 2027 geser hingga akhir 2029. Yang kami harapkan adalah dukungan Komisi VII DPR tentang implementasi (skema) cost recovery dan juga dukungan pemerintah terhadap proses persetujuan, komersialisasi, dan financing,” tutur Dwi.
Adapun dalam revisi rencana pengembangan lapangan (plan of development), Inpex Masela mengajukan penambahan fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage) yang membutuhkan biaya investasi tambahan 1,1 miliar-1,4 miliar dollar AS. Maka, total investasi pengembangan pun akan melonjak dari semula senilai 19,8 miliar dollar AS (Kompas.id, 9/11/2023).
Butuh konsistensi
Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto, menekankan pentingnya konsistensi dalam proyek. Ini penting karena komunitas internasional juga melihat perkembangannya. Ia mendukung, salah satunya terkait revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas), meskipun kemungkinan tidak akan bisa tuntas dalam keanggotan DPR periode 2019-2024.
”Sekarang memang baru (sampai) akuisisi lahan, tetapi hal-hal lain seperti komitmen offtaker (sudah ada), sehingga bisa dihitung akan diserap berapa serta bagaimana nilai keekonomiannya. Saat ini, harga minyak mentah sudah di atas 80 dollar AS per barel sehingga (proyek LNG) ini juga akan menarik secara keekonomian,” ujarnya.
Saya khawatir, ada pergantian kabinet, maka akan diutak-atik lagi. Saya harapkan SKK Migas punya sikap bahwa ini sudah yang terbaik.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Hisjam, mengingatkan potensi berubah-ubahnya kebijakan pemerintah, terlebih akan ada pergantian pemerintahan dalam beberapa bulan ke depan. Apalagi, persetujuan amandemen production sharing contract proyek Abadi Masela baru dilaksanakan 2 Februari 2024.
”Saya khawatir, ada pergantian kabinet, maka akan diutak-atik lagi. Saya harapkan SKK Migas punya sikap bahwa ini sudah yang terbaik. Kalau pemerintah berubah-ubah, (SKK Migas) sebagai profesional harus bertahan dengan konsep yang ada. Harus berani,” kata Ridwan.