Rupiah Terus Berfluktuasi di Atas Rp 16.000 Sepanjang Pekan
Rupiah terus bergerak di atas Rp 16.000 per dollar AS. Masyarakat diminta tetap tenang menghadapi dinamika tersebut.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sepanjang pekan ini terus berfluktuasi di atas level Rp 16.000. Bank Indonesia memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga guna memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data Jakarta Inter Spot Dollar (Jisdor), rupiah ditutup pada level Rp 16.280 per dollar AS atau melemah 0,63 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya. Sejak kembali dibukanya pasar spot rupiah pada Selasa (16/4/2024), rupiah seketika menembus level psikologisnya pada Rp 16.000 per dollar AS atau melemah 1,9 persen ketimbang penutupan pasar sebelum libur Lebaran.
Hal ini terjadi seiring dengan menguatnya indeks dollar AS (DXY) yang dalam pekan ini bergerak 106 basis poin (bps) atau menembus level tertingginya sejak 9 November 2023. Tren kenaikan DXY ini terjadi sejak akhir Maret 2024. Dampaknya, nilai tukar mata uang sejumlah negara terdepresiasi, termasuk rupiah.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia termasuk salah satu negara berkembang (emerging market) dengan perekonomian yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan suku bunga AS dan meningkatnya ketegangan di geopolitik di Timur Tengah. Ini karena kebijakan moneter dan fiskal yang bijaksana serta terkoordinasi erat.
Melalui keterangan resminya, Perry menekankan, stabilisasi nilai tukar menjadi bagian penting guna memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Hal ini turut didukung dengan pengelolaan aliran portofolio asing yang ramah pasar, operasi moneter yang promarket, serta integrasi pedalaman pasar uang.
”Kami terus memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga dengan intervensi valuta asing dan langkah-langkah lain yang diperlukan,” kata Perry pada Sidang Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Washington DC, Kamis (18/4/2024).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Edian Rae menjelaskan, beberapa faktor yang memengaruhi penguatan dollar AS, antara lain kebijakan suku bunga tinggi untuk waktu yang lama (high for longer).
Posisi ini masih berlanjut lantaran perekonomian AS masih solid dengan laju inflasi masih jauh dari target 2 persen. Hal ini diperkuat oleh The Fed yang menyatakan belum terburu-buru menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data perekonomian AS ke depan.
Kami terus memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga dengan intervensi valuta asing dan langkah-langkah lain yang diperlukan.
Di sisi lain, terjadi eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah setelah konflik Iran-Israel. Eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran perang semakin meluas dan dapat membebani perekonomian dunia, terutama akibat lonjakan harga energi dan mineral utama serta biaya logistik.
”Peningkatan tensi geopolitik dan ketidakpastian global ini menyebabkan dollar AS yang merupakan salah satu safe haven asset terus diburu para pelaku pasar dan mendorong penguatannya lebih lanjut,” ujar Dian dalam keterangan resminya, Jumat (19/4/2024).
Perbankan berdaya tahan
Di tengah situasi tersebut, OJK menilai, risiko yang dihadapi industri perbankan nasional beberapa waktu ini masih dapat dimitigasi dengan baik. Hasil uji ketahanan (stress test) menunjukkan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan masih jauh di bawah ambang batas dan besaran aset valuta asing (valas) yang dimiliki lebih besar ketimbang kewajiban.
Adapun rasio permodalan industri perbankan yang tecermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) diyakini masih mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah dan suku bunga acuan yang masih tertahan tinggi. Sementara itu, porsi dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk valas saat ini hanya 15 persen dari total DPK Perbankan.
”Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi,” kata Dian.
OJK turut meminta kepada industri perbankan untuk selalu memantau potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap kondisi bank serta memitigasi dampaknya. Di sisi lain, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan juga akan terus berkoordinasi guna menentukan langkah kebijakan yang dibutuhkan secara tepat guna dan tepat waktu.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso, melalui keterangan resminya, Kamis (18/4/2024), memastikan, BRI akan menerapkan langkah ketat dalam rencana aksi korporasi ke depan. BRI juga akan terus menjaga porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak secara proporsional.
Langkah ini sekaligus sejalan dengan instruksi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kepada perbankan BUMN. Erick juga meminta seluruh BUMN untuk segera meninjau ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta uji stres dalam melihat situasi terkini.
”Tentu seperti arahan Pak Menteri (BUMN), kita akan melaksanakan uji stres dan juga memonitor dengan saksama dampak ekonomi dan geopolitik global terhadap kondisi di Tanah Air,” tutur Sunarso.