Malaysia Incar Posisi ”Hub” Jet Pribadi Asia Pasifik
Semakin banyak pemilik pesawat jet pribadi, semakin besar juga kebutuhan untuk perawatan dan pemeliharaannya.
Ketika masuk ruang lobi, fasilitas milik ExecuJet MRO Services tampak seperti kantor pada umumnya. Ada meja resepsionis, lantai mezanin untuk pantri, dan sejumlah ruang konferensi. Nuansa kedirgantaraan mulai terlihat melalui miniatur pesawat jet bisnis Dassault Falcon 10X di tengah ruangan dan potongan kabin jet mewah, lengkap dengan kursi di salah satu sudut.
Pada salah satu sisi ruangan terlihat sepasang pintu besi berwarna abu-abu yang terlihat kokoh. Di balik pintu itu, baru terlihat kalau tempat ini bukanlah perkantoran biasa.
Baca juga:Falcon 6X dan Optimisme Jet Bisnis
Di baliknya adalah sebuah hanggar pesawat; begitu besar, luas, dan bersih. Selayaknya sebuah garasi raksasa. Fasilitas ini berukuran 149.500 kaki persegi atau hampir 14.000 meter persegi, dua kali lapangan sepak bola. Pintu hanggarnya yang sepanjang 160 meter dibutuhkan agar keluar masuk pesawat milik klien dapat dilakukan dengan mudah.
Ketika Kompas mengunjunginya, Kamis (2/5/2024), ada tujuh pesawat jet bisnis yang sedang parkir, terlihat ada sejumlah Dassault Falcon 2000 dan Gulfstream G550. Ini karena sepertiga hanggar digunakan sebagai lokasi seremoni. Jika kondisi normal, hanggar ini bisa menampung 15 pesawat jet bisnis berukuran sedang dan besar sekaligus.
Ini adalah fasilitas maintenance, repair, andoverhaul (MRO) khusus jet bisnis yang terbesar di Malaysia dan salah satu yang terbesar se-Asia Tenggara. Hanggar ini berlokasi di Bandar Udara Sultan Abdul Aziz Shah, atau biasa dikenal sebagai Bandara Subang, sekitar 30 menit perjalanan ke timur dari pusat kota Kuala Lumpur, Malaysia.
ExecuJet MRO Services sejak 2019 adalah anak perusahaan raksasa penerbangan Perancis, Dassault Aviation. Meski demikian, tidak hanya pesawat Falcon dari Dassault yang bisa diservis oleh Execujet.
Jika Anda salah satu pemilik jet bisnis Bombardier atau Gulfstream, pesawat Anda juga bisa dikirimkan ke hanggar ini. Fasilitas MRO milik ExecuJet ini digunakan tidak hanya untuk servis wajib pesawat Anda, tetapi juga bisa untuk perbaikan mesin, penataan kembali interior, hingga pengecatan ulang bodi pesawat.
Bagi Malaysia, pembukaan fasilitas milik ExecuJet MRO Services ini adalah langkah penting dalam ambisi menjadikan negeri jiran tersebut sebagai pusat MRO Asia Pasifik.
Menteri Perhubungan Malaysia Anthony Loke mengatakan, Asia Pasifik akan menyumbang sekitar 11 persen dari total jet bisnis baru dalam lima tahun mendatang. Karena itu, ini juga akan mendorong kebutuhan dunia penerbangan bisnis terhadap fasilitas MRO.
”Asia Pasifik mengalami pertumbuhan penerbangan tercepat. Selain maskapai komersial, segmen jet bisnis semakin penting. Sebelumnya, fasilitas untuk perawatan jet pribadi terbatas. Namun, peningkatan kapasitas fasilitas dan investasi di Malaysia, terutama Subang, membuka peluang Malaysia menjadi pusat perawatan pesawat (MRO) utama di kawasan,” ujar Anthony dalam acara peluncuran.
Baca juga:Bermain di Bisnis Jet Eksekutif
Ini adalah bagian dari Subang Airport Regeneration Plan (SARP) atau Rencana Regenerasi Bandara Subang, sebuah rencana dari Pemerintah Malaysia untuk merevitalisasi bandara tersebut. Sebelum pembukaan Bandara Internasional Kuala Lumpur (Kuala Lumpur International Airport/KLIA) pada 1999, Bandara Subang adalah bandara utama untuk warga Kuala Lumpur dan sekitarnya.
Regenerasi Bandara Subang, menurut Loke, adalah inisiatif yang bertujuan untuk mengubah Bandara Subang tidak hanya menjadi bandara kota, tetapi juga menjadi pusat untuk penerbangan bisnis.
”Ketika kita berbicara tentang pusat penerbangan bisnis, kami membayangkannya sebagai basis untuk jet pribadi, tidak hanya untuk operasi, tetapi juga untuk pemeliharaan, perbaikan, dan perombakan (MRO) mereka. Fasilitas milik ExecuJet ini ditujukan untuk menyediakan layanan tersebut. Akibatnya, banyak pesawat jet pribadi dari wilayah ini dibawa ke sini untuk MRO, yang itu sendiri menciptakan dampak ekonomi yang signifikan,” tutur Loke.
Hanggar ini telah mendapat sertifikasi dari sejumlah otoritas penerbangan sejumlah negara, termasuk otoritas di negara-negara kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat, China, Filipina, Thailand, Vietnam, hingga Uni Eropa, dan juga Indonesia. Untuk Jepang dan Taiwan, proses pengajuan sertifikasinya tinggal menunggu persetujuan.
Ramah lingkungan
Fasilitas hanggar milik Execujet MRO Services ini dibangun dalam waktu sekitar 1,5 tahun. Upacara peletakan batunya digelar pada akhir 2022 dan sudah beroperasi pada April 2024. Selayaknya sebuah bangunan yang didesain dan didirikan pada masa yang peka terhadap krisis iklim, fasilitas hanggar ini juga memiliki sejumlah fitur yang mengurangi jejak karbonnya.
Untuk proses pendinginan dan sirkulasi udaranya, hanggar ini menggunakan ventilasi alami dan juga kipas pada langit-langit yang berkecepatan rendah. Selain itu, hanggar ini juga banyak menggunakan jendela yang memungkinkan pencahayaan alami banyak menggantikan peran lampu. Lampunya pun menggunakan LED untuk meminimalisasi konsumsi energi listrik.
Hanggar ini juga memanen air hujan yang dapat ditampung dalam tangki dengan volume 61.000 liter, kapasitas yang mirip dengan sebuah kolam renang dengan panjang 10 meter, lebar 4 meter, dan kedalaman 1,5 meter. Air ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan fasilitas.
Selain itu, panel surya juga dipasang di atap hanggar milik ExecuJet. Panel surya ini dapat menghasilkan daya sebesar 85.000 watt, setara dengan daya yang dibutuhkan sekitar 65 rumah di Indonesia.
Komitmen ramah lingkungan juga sudah masuk dalam operasi ExecuJet sebagai pusat perawatan dan perbaikan pesawat. Secara periodik, fasilitas hanggar di Malaysia ini membutuhkan suku cadang pesawat yang perlu didatangkan dari sejumlah negara lain, termasuk dari Amerika Serikat dan Perancis.
Suku cadang ini akan dikirimkan melalui armada pesawat kargo yang menggunakan sustainable aviation fuel (SAF) atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
”Kami baru saja menandatangani kesepakatan dengan sebuah perusahaan kargo yang akan memastikan pengiriman suku cadang menggunakan pesawat berbahan bakar SAF. Ini ongkos yang lebih mahal bagi kami. Namun, kami tidak menaikkan biaya untuk klien,” kata Ivan Lim, Regional VP Asia ExecuJet MRO Services.
Permudah investasi
Asia Tenggara dianggap menjadi salah satu lahan tersubur pertumbuhan industri jet bisnis. Kawasan Amerika Utara dan Eropa memang masih menjadi pasar terbesar, kata Ivan, tetapi yang pertumbuhannya stabil adalah kawasan Asia Tenggara. Kawasan Timur Tengah sebetulnya juga menjanjikan. Namun, dengan adanya sejumlah konflik militer di Eropa dan Timur Tengah, pertumbuhannya tidak semenarik Asia Tenggara.
Klien Indonesia, ujar Ivan, menyumbang 5-10 persen dari pendapatan global yang masuk ke ExecuJet. Menurut dia, ini persentase yang besar.
Indonesia, menurut data ExecuJet, adalah salah satu negara dengan jet bisnis terbanyak di Asia Tenggara, dengan 60 pesawat. Negara yang melampaui angka ini adalah Singapura dengan sekitar 70 jet. Filipina juga diyakini memiliki jumlah jet bisnis yang sama dengan Indonesia, 60 jet. Lalu, diikuti Malaysia dengan kisaran 50-60 jet, Thailand 40 jet, dan Vietnam yang memiliki 10 jet.
”Salah satu sumber pertumbuhan kami adalah Asia. Asia Tenggara adalah salah satu kawasan paling menjanjikan untuk kami. Ini karena di Asia Tenggara tidak ada konflik besar yang mengganggu stabilitas kawasan,” kata Ivan.
Baca juga:Tak Mau Repot Naik Pesawat Komersial, Pilih Pesawat Jet Pribadi
Gayung pun bersambut. Upaya kapitalisasi peluang bisnis ExecuJet MRO Services di kawasan Asia Tenggara berjodoh dengan ambisi Malaysia untuk menjadi pusat perawatan jet bisnis.
Bahkan, dalam upaya memenuhi ambisi ini, Pemerintah Malaysia proaktif mempermudah sejumlah persyaratan perizinan untuk masuknya investasi dari ExecuJet. Ekspansi ini diharapkan dapat menyerap tenaga berketerampilan tinggi dari Malaysia.
Saat ini, fasilitas hanggar ExecuJet di Malaysia memiliki 84 karyawan. Seiring dengan proyeksi peningkatan permintaan, angka ini diyakini ExecuJet akan meningkat ke hampir 100 orang pada akhir 2024.
”Jika kami terlalu kaku terhadap undang-undang atau regulasi, kami akan kehilangan investasi. Oleh karena itu, kami menerapkan pendekatan pragmatis. Beberapa persyaratan memang untuk melindungi industri lokal Malaysia. Namun, dalam industri aerospace, kami membutuhkan investasi asing. Kami memperbolehkan investasi tersebut masuk sehingga kini kami memiliki fasilitas yang menyediakan banyak pekerjaan,” tutur Loke.
Industri MRO global, dengan proyeksi pendapatan 2024 menurut Statista dapat menembus lebih dari 100 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.600 triliun, tentu bukan industri yang kecil. Namun, tidak bisa dimungkiri, ini adalah industri yang berada di balik layar. Kepiawaian Malaysia melihat peluang pada hal-hal yang tidak mendapat banyak perhatian mungkin bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua.