Jokowi Klaim Stok Beras Musim Kemarau Aman, Pengamat Mempertanyakan
Pemerintah membangun sumur pompa di lokasi produksi beras yang kekurangan air untuk mengantisipasi dampak kemarau.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa saat ini stok beras yang ada di Badan Urusan Logistik sudah mencukupi, yaitu sekitar 1,6 juta ton. Stok tersebut sudah lebih dari rata-rata cadangan yang selama ini dimiliki. Presiden menyebut stok pangan ini aman memasuki musim kemarau. Namun, pengamat menilai cadangan pangan tersebut masih relatif belum aman.
”Baik, baik (stok pangan di musim kemarau). Tapi, apa pun kemarau ini, kita telah mengantisipasi dengan membangun, membuat sumur-sumur pompa,” ujar Presiden Jokowi seusai meninjau langsung stok dan harga sejumlah bahan pangan di Pasar Baru, Karawang, Provinsi Jawa Barat, Rabu (8/5/ 2024).
Menurut Presiden Jokowi, stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) saat ini mencapai 1,6 juta ton. ”Biasanya kita, stok itu hanya maksimal biasanya hanya 1,2 (juta ton) atau yang sering itu di bawah 1,2 (juta ton) rata-rata stok kita. Ini 1,6 (juta ton) stok di Bulog," kata Presiden.
Pengajar Program Studi Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Gilang Wirakusuma menilai cadangan pangan sebesar 1,6 juta ton relatif belum aman untuk menghadapi musim kemarau.
”Paling tidak (butuh cadangan) 10-15 persen dari kebutuhan nasional, atau sekitar 3-4 juta ton. (Cadangan) 1,6 juta ton akan bertahan kurang dari satu bulan dengan asumsi terjadi gagal panen pada satu musim tanam,” ujar Gilang.
Paling tidak 10-15 persen dari kebutuhan nasional, atau sekitar 3-4 juta ton. 1,6 juta ton akan bertahan kurang dari satu bulan dengan asumsi terjadi gagal panen pada satu musim tanam.
Sementara itu pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai stok beras 1,6 juta ton di gudang Bulog, relatif memadai untuk saat ini. Tapi, sebagian besar stok masih berasal dari hasil pengadaan dari impor. Pengadaan dari produksi domestik masih kecil.
Bulan ini, Bulog diharapkan menggenjot pengadaan gabah atau beras secara besar-besaran. ”(Hal ini) karena pada Juni-Juli diperkirakan sudah terjadi defisit bulanan lagi. Jika mengacu pada pola produksi dua tahun terakhir (2022-2023), peluang surplus produksi bulanan di bulan-bulan berikutnya juga kecil. (Oleh) karena itu, Bulog harus mengoptimalkan pengadaan di Mei ini,” ujar Khudori.
Dalam keterangan pers tertulis di laman Bulog pada Kamis (2/5/2024), Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyebutkan, penyerapan gabah dan beras dalam negeri terus digenjot untuk pemenuhan cadangan pangan pemerintah (CPP). Secara year on year pada April lalu, penyerapan gabah/beras dalam negeri mencapai yang tertinggi selama 3 tahun terakhir, yakni 468.000 ton setara gabah kering panen (GKP).
”Saat ini dengan berbagai upaya yang kami lakukan, Bulog dapat melakukan penyerapan sampai dengan 30.000 ton setara GKP setiap hari, yang sebelumnya rata-rata di bawah 20.000 ton,” ujar Bayu.
Ketika meninjau langsung stok dan harga sejumlah bahan pangan di Pasar Baru, Karawang, Presiden menjumpai harga sejumlah bahan pokok di pasar masih dalam keadaan baik. ”Saya kira harganya baik. Artinya dari angka inflasi juga akan turun, kan, di bulan yang kemarin, ya,” ujar Presiden.
Presiden menyebut harga sejumlah bahan pokok justru mengalami penurunan. Harga bawang merah, misalnya, Rp 45.000 per kilogram, sedangkan harga bawang putih berada di kisaran Rp 38.000–Rp 40.000 per kilogram. ”Kemudian beras lokal dengan harga Rp 12.000 sampai Rp 13.000,” tambah Presiden.
Presiden pun mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan sejumlah langkah antisipasi dalam rangka mencegah musim kemarau. Langkah tersebut, antara lain, dengan membangun dan membuat sejumlah sumur pompa di daerah yang mengalami kekurangan air.
”Terutama di titik-titik yang berkaitan dengan pertanian dengan beras itu mulai oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian PU,” tutur Presiden.
Terkait antisipasi musim kemarau 2024, Gilang menilai memang diperlukan upaya taktis yang dapat menjamin ketersediaan air sebelum bergulirnya musim tanam 2 di tahun ini, terutama untuk keperluan usaha tani padi. Saat ini, padi memang menjadi tumpuan ketahanan pangan nasional sehingga perlu kebijakan khusus untuk mendukung peningkatan produktivitasnya.
Sumur pompa memang menjadi salah satu alternatif yang realistis untuk saat ini dalam jangka pendek. Namun, perlu dipertimbangkan pemanfaatannya dalam jangka panjang. Sumur pompa akan mengeksploitasi air tanah secara masif. Oleh karena itu, perlu teknologi pendamping untuk mengakumulasi sumber daya air tanah.
Di samping itu, penggunaan sumur pompa akan menghasilkan konsekuensi peningkatan biaya energi yang ditanggung oleh petani. Ekses ini relatif kontradiktif dengan kondisi petani yang identik dengan keterbatasan sumber daya finansial. Karena itu, pemanfaatan sumur pompa dapat dilaksanakan secara komunal melalui kelompok tani dan sistem hamparan agar lebih efisien.
Gardu listrik untuk pompa air sumur bor terpasang di tengah persawahan di Desa Plosokerep, Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/9/2023).
Sementara untuk strategi jangka panjang yang lebih berkelanjutan, pemanfaatan air permukaan dan air hujan bagi pertanian harus diutamakan. ”Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini kita menghadapi ancaman penurunan daratan karena eksploitasi air tanah yang masif. Saya berharap, program pembangunan waduk atau sumber pemanfaatan air yang sudah dilaksanakan atau sedang direncanakan oleh pemerintah dapat segera efektif,” ujar Gilang.
Langkah lain yang dapat ditempuh untuk menghindari eksploitasi air tanah yang berlebihan adalah dengan pemanfaatan teknologi irigasi tepat guna. Sudah banyak pihak di Indonesia mampu menyediakan teknologi ini, hanya saja memang masih belum terjangkau oleh petani karena keterbatasan finansial.
Khudori menilai langkah membangun sumur dan pompa di musim kemarau sebagai langkah yang baik untuk memastikan ketersediaan air. ”Tapi ini saja tidak cukup. Pompa atau sumur dalam dengan pompa pasti butuh BBM. Petani perlu dipastikan bisa mendapatkan akses BBM bersubsidi memadai. Berbeda jika pompa dan sumur dalam dengan pompa itu digerakkan oleh tenaga listrik,” ujarnya.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah ketersediaan pupuk, bibit, dan biaya usaha tani. Air boleh saja tersedia, tapi kalau pupuk, bibit, dan biaya usaha tani tidak tersedia, tanaman tidak akan tumbuh optimal.
”Agar ini berjalan baik, Kementerian Pertanian tidak bisa jalan sendiri. Pemda perlu terlibat karena eksekusi semua ini ada di daerah. Daerah harus terlibat penuh,” kata Khudori.