Wirid Visual Butet Lahirkan ”Melik Nggendong Lali”
Meski dikerjakan Butet sejak 2022, pameran ”Melik Nggendong Lali” sangat relevan dengan situasi sosial politik hari ini.
Setelah agak lama tidak menggelar pameran tunggal, Butet Kartaredjasa akhirnya tampil solo lagi menampilkan karya-karyanya di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, mulai 26 April hingga 25 Mei 2024.
Dalam pameran tunggal keduanya ini, Butet memamerkan hasil laku spiritualnya dalam 2,5 tahun terakhir dalam berbagai medium.
Karya-karya yang ditampilkannya ini adalah hasil dari laku spiritual, yakni wirid visual menyangkut persoalan dirinya yang sempat sakit dan lolos dua kali dari maut hingga keresahannya pada dimensi sosial politik. Semua ini ditampilkan dalam pameran bertema ”Melik Nggendong Lali”.
Tajuk Melik Nggendong Lali mengandung arti sebuah keinginan yang berlebih untuk memiliki, didorong nafsu tak pernah puas, sehingga lupa akan aturan atau hukum yang harus ditaati. Meski dikerjakan sejak Maret 2022, karya-karya ini menurut Butet telah didukung oleh semesta sehingga menjadi sangat relevan dengan kondisi sosial politik hari-hari ini.
”Yang membuatnya pas bukan saya, melainkan semesta yang membimbing menciptakan situasi seperti ini. Lalu ide saya bisa tumbuh karena ide kreatif itu tidak boleh stagnan, berhenti, tapi seperti bernyawa. Dia selalu hidup dalam situasi apa pun,” kata Butet di Galeri Nasional, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Wirid, yang dalam keyakinan Islam berarti zikir harian yang rutin dilakukan setiap hari, diinterpretasikan Butet dalam karya seni. Selama 2,5 tahun terakhir dia menjalani wirid visual dengan menuliskan nama aslinya, Bambang Ekolojo Butet Kartaredjasa, berulang kali pada selembar kertas lalu digubahnya menjadi konfigurasi berbagai bentuk dalam medium kanvas, kain, batu, dan pelat besi.
Selain menuliskan namanya, seniman asal Yogyakarta ini juga melakukan wirid dengan menuliskan kata ”Nusantara”. Baginya, ini adalah sebuah doa bagi bangsa Indonesia agar selalu berpihak dan menyejahterakan rakyat kecil, apa pun keadaannya.
”Ini semacam rasa syukur, hari ini kita masih punya kemerdekaan, kita masih bisa berekspresi mengartikulasikan pikiran-pikiran kita tanpa ada gangguan apa pun karena kita semua yang hadir disini masih bertuhan pada nilai, bukan bertuhan pada kepentingan,” tutur Butet.
Baca juga: Menikmati Indonesia dalam Kejenakaan
Kurator pameran, Asmudjo Jono Irianto, menjelaskan, wirid visual yang ditampilkan Butet adalah refleksi diri yang meditatif dan kontemplatif yang juga menjadi penyembuhan dan sugesti bagi Butet agar berdampak kebaikan dalam hidupnya. Ini sejalan dengan keyakinan ilmu manutiras, yaitu laku spiritual penulisan nama yang berdampak pada dimensi duniawi, yang fisik dan material.
”Bayangkan Butet menuliskan namanya berulang-ulang ribuan kali dengan tangannya setiap hari, menjadi laku spiritual yang berdampak pada dimensi tubuh. Hal itu menjadi titik temu antara yang rohani dan jasmani, menjadi semacam upaya membangunkan kesadaran jiwa dan tubuh untuk menyatu,” kata Asmudjo.
Satu karya yang menarik perhatian dan sorot kamera gawai pengunjung adalah sebuah patung Petruk, tokoh wayang, yang berdiri di depan lukisan triptych yang dipenuhi tulisan ”Melik Nggendong Lali”. Patung ini dibuat dengan medium resin fiberglass dengan tinggi 2,2 meter.
Berbagai anggapan muncul dari para pengunjung. Ada yang menilai patung itu hanya sebagai seni murni, ada pula yang memandang patung itu sebagai refleksi dari penguasa yang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan.
Baca juga: Pasang Surut Relasi Butet-Jokowi, Saat Sang Seniman Mengkritik Presiden...
Namun, Butet tak mau memagari makna pada setiap karyanya. Diskursus yang muncul dari setiap pengunjung adalah bagian dari jaminan akan kebebasan berekspresi di negara demokrasi.
Pameran dibuka oleh filsuf Romo Franz Magnis-Suseno di halaman depan Galeri Nasional yang disaksikan sejumlah seniman dan kerabat dekat Butet. Romo Magnis menilai wirid yang dilakukan Butet adalah kekuatan batin dan rahasia ilahi yang secara kebetulan menjadi pas dengan situasi hari ini.
”Penguasa yang memakai kekuasaannya untuk mengambil Melik Nggendong Lali. Lali sebetulnya apa yang menjadi panggilannya, bahwasanya mungkin juga lupa akan rasa malu. Artinya, kalau orang memang diberi kekuasaan dalam bentuk apa pun, kecil, besar, itu suatu tanggung jawab dan suatu kehormatan,” kata Romo Magnis.
Galeri foto: Kritik Sosial Politik "Melik Nggendong Lali" Karya Butet Kartaredjasa di Galeri Nasional Indonesia
Calon wakil presiden dalam Pemilu 2024, Mahfud MD, turut hadir menyaksikan pameran Butet. Menurut Mahfud, pameran Butet adalah pelajaran politik bagi masyarakat. ”Bahwa di dalam kehidupan ini ada pemimpin yang jahat, ada pemimpin yang buruk, ada rakyat yang maklum, ada rakyat yang melawan. Ini terekspresikan dari sini,” kata Mahfud.
Pameran ”Melik Nggendong Lali” oleh Butet Kartaredjasa akan berlangsung selama sebulan dari 26 April sampai 25 Mei 2024 di Gedung A Galeri Nasional. Publik bisa menikmatinya setiap hari pukul 09.00-19.00 WIB. Pada Sabtu, 11 Mei 2024, Butet dijadwalkan akan menyapa dan berbincang dengan pengunjung pukul 10.00 WIB.