Asyiknya Buka Puasa Massal di Pasar Dubai
Siapa pun boleh ikut acara buka puasa massal ini. Bukan Muslim pun tak mengapa. Tidak akan ada yang bertanya agama Anda.
Sekitar satu jam lagi, pada Rabu (20/3/2024) sore, waktu berbuka puasa tiba di Dubai, Uni Emirat Arab. Kesibukan jual beli barang di Deira Souk (Pasar Diera), Dubai Gold Souk (Pasar Emas), dan Dubai Spice Souk (Pasar Bumbu) berganti dengan kesibukan orang-orang yang menyiapkan acara buka bersama akbar.
Di ujung belakang Gold Souk yang berbatasan dengan Diera Souk, dekat sebuah masjid, panitia buka puasa bersicepat menggelar tikar atau terpal untuk mengalasi lantai lorong-lorong pasar. Saat tikar dan terpal terbentang di lantai lorong, saat itu juga orang-orang segera mendudukinya. Dalam sekejap, lorong-lorong Deira Souk dipenuhi orang yang ingin ikut berbuka puasa.
Arva Ahmed, pemilik program tour Fryingpan Adventure yang sering mengantar tamu ke kawasan ini, mengatakan, siapa pun boleh mengikuti acara buka puasa di sini. ”Yang datang ke sini belum tentu semuanya Islam. Mungkin ada yang Hindu dan lainnya. Tapi, tidak akan ada yang bertanya apa agama dan asal-usul Anda. Pokoknya siapa saja datang ke acara ini akan dilayani,” tutur Arva.
Acara buka puasa yang digelar setiap hari selama Ramadhan ini benar-benar mencerminkan wajah Dubai yang kosmopolitan. Orang-orang yang datang mewakili kebangsaan yang berbeda-beda. Ada orang India, Pakistan, Bangladesh, Iran, Arab, Sri Lanka, Afghanistan, Afrika, dan sebagainya. Mereka juga berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda. Yang menyatukan mereka sore jelang petang itu adalah iftar, perjamuan makan untuk berbuka puasa. Selebihnya adalah kesamaan nasib sebagai pendatang di Dubai.
Baca juga: Sedapnya Berbuka dengan Nasi Rempah Jeruk Lidah
Dubai Statistics Center menyebutkan, jumlah penduduk yang menetap di Dubai saat ini sekitar 3,6 juta orang. Orang Emirate-nya hanya sekitar 12 persen. Sisanya adalah pendatang yang berasal dari sekitar 200 bangsa.
Kami, rombongan wartawan dari Jakarta yang diundang Dubai Economic Tourism untuk merasakan suasana Ramadhan di Dubai sudah beberapa menit menyusuri lorong-lorong di Gold Souk. Tetapi, kami belum juga menemukan ruang kosong yang tersisa. Lorong-lorong panjang itu sudah penuh dengan ribuan manusia yang menunggu iftar.
Maka, kami bergerak lebih jauh ke jantung Diera Souk yang berbatasan dengan Gold Souk. Ketika kami melalui lorong-lorong yang telah dipenuhi manusia, kadang kami melangkah tepat di antara bahu orang-orang yang sudah mendapat duduk di tikar. Untuk itu, kami beberapa kali mesti mengatakan, ”I’m sorry.” Orang-orang itu umumnya memakluminya dan mengatakan, ”No problem.”
Sekitar 15 menit sebelum waktu berbuka tiba, barulah kami menemukan sebidang tanah sempit dan berpasir yang belum diduduki siapa pun di dekat Masjid Bin Ydouh. Rombongan wartawan yang semuanya perempuan, kecuali saya, menggelar tikar dan lesehan di sana. Saya sendiri memilih bergabung dengan lebih dari 100 laki-laki yang duduk di tikar yang baru saja digelar tidak jauh dari situ.
Beberapa orang segera beringsut untuk memberikan tempat dan dengan ramah mempersilakan saya duduk. Sebagian dari mereka berwajah India atau Persia. Sejurus kemudian, mereka berteriak kepada panitia dengan bahasa yang tidak saya pahami sambil menunjuk-nunjuk saya. Tapi, dari bahasa tubuhnya saya paham, mereka sedang memberi tahu panitia bahwa saya belum mendapat jatah makanan-minuman berbuka.
Bubur kanji
Sama seperti peserta berbuka lainnya, saya mendapatkan sebotol kecil air mineral, sebuah jeruk yang cukup besar, beberapa butir kurma, dua potong samosa (semacam pastel berisi kentang dengan bumbu rempah), dan satu mangkuk berisi bubur berwarna krem. Ketika saya memperhatikan mangkuk bubur itu dengan saksama, laki-laki di yang duduk di sebelah saya berkata dalam bahasa Inggris dengan aksen India, ”Itu kanji. Makanan berbuka yang paling dicari orang di sini. Asalnya dari India selatan.”
Saya katakan, bubur seperti ini pernah saya lihat dalam acara buka puasa di Aceh. Tapi, saya tidak yakin. Laki-laki itu menjawab, ”Mungkin karena beberapa daerah di Indonesia dipengaruhi budaya India. Saya tidak tahu pasti.”
Baca juga: Cerita Puasa dari Hong Kong
Percakapan mesti kami akhiri karena azan Maghrib telah bergema. Semua orang sibuk menikmati makanan dan minuman berbuka puasa tanpa suara. Setelah meneguk air mineral, saya tak sabar untuk membuka penutup plastik mangkuk bubur kanji. Saraf-saraf di hidung saya langsung menangkap harum makanan khas India yang menggugah selera.
Saya menyeruput bubur kanji yang encer itu secara langsung dari mangkuk. Rasa tajam aneka bumbu India segera menggedor lidah. Rasanya asing bagi saya, tetapi masih bisa diterima. Dalam beberapa tegukan, barulah saya menikmati bubur sederhana yang rasanya kompleks ini. Ada rasa pedas, gurih, dan asin yang berpadu sempurna. Dalam balutan bubur encer dan lembut itu, sesekali lidah menangkap tekstur kasar dari potongan daging kambing dan irisan sayuran.
Beberapa orang di sekitar saya menatap dengan wajah senang karena saya bisa menikmati bubur itu. Dengan bahasa tubuh, mereka lantas bersama-sama mengajari saya cara lain menyantap bubur kanji. Ambil sepotong samosa, benamkan ke dalam bubur kanji dengan jari, angkat, santap, dan senyum.
Saya mencoba instruksi itu dan menangkap kenikmatan dengan dimensi lebih tinggi. Samosa dan bubur kanji ternyata memang berjodoh, seperti tahu dengan saus tomat atau kecap. Jejak gurih samosa dan bumbunya yang harum seolah berlipat ganda. ”Ini benar-benar enak,” kata saya dalam bahasa Inggris.
”Tetapi, Anda lupa untuk tersenyum,” canda mereka. Kami pun tertawa.
Beberapa wartawan Indonesia satu rombongan juga mengaku bisa menerima rasa kanji, tetapi tidak dengan teksturnya. Mereka bilang, ”Rasanya seperti nasi Padang yang diblender, ha-ha-ha.”
Yah, lidah dan selera orang memang berbeda-beda.
Untuk 5.000 orang
Buka puasa di Golden Souk, Diera Souk, dan Spice Souk melibatkan ribuan orang. Acara ini digelar setiap hari selama Ramadhan sejak tahun 1976 hingga tahun ini. Penyelenggaranya adalah Iman, asosiasi komunitas Muslim dari Tamil. Dananya berasal dari donasi.
Arva Ahmed menjelaskan, setiap hari Iman menyediakan paket makanan dan minuman gratis untuk berbuka puasa sebanyak 5.000 paket. Menu yang selalu ada dalam paket itu adalah bubur kanji.
Setiap hari mereka memasak bubur kanji di dapur khusus di kawasan Al Quoz, Dubai. Semua bahannya segar, termasuk santan kelapa yang diperas dengan tangan. Siang hari, kanji sudah selesai dimasak dan sorenya dibawa ke beberapa masjid yang ada di Pasar Diera, seperti Masjid Lootah dan Bin Ydouh. Selesai acara berbuka, petugas dari perusahaan kebersihan yang disewa Iman mengumpulkan semua sampah yang dihasilkan.
”Semuanya terorganisasi dengan baik selama puluhan tahun. Luar biasa,” turur Arva.
Acara buka puasa ini tidak hanya melayani Muslim, tetapi juga siapa saja yang memerlukan makanan dan minuman. ”Semua orang boleh datang. Makan-minum bersama-sama di sini tanpa harus menjadi Muslim. Habis makan bisa langsung pulang,” ujar Muhammad Hassan, imigran asal India selatan yang baru dua tahun tinggal di Dubai.
Hassan mengatakan, selama Ramadhan, hampir setiap hari ia berbuka di Diera Souk. Bagi Hassan, berbuka di sini serasa berada di kampung sendiri lantaran mayoritas pedagang di pasar ini berasal dari India bagian selatan dan sekitarnya. Cukup ampuh untuk mengobati rasa kangen pada keluarganya di India.
Alasan lain, dengan berbuka puasa di Diera Souk, ia bisa menghemat pengeluaran selama Ramadhan. ”Kalau saya tidak berbuka di sini, saya harus membeli makanan di kedai yang harganya antara 17-29 dirham. Uang segitu cukup besar buat kebanyakan buruh dan pekerja migran di Dubai,” ujar Hasan yang bekerja sebagai agen properti dan tinggal di sekitar Diera Souk.
Baca juga: Sahur Rasa Wisata Kuliner
Seperti Hassan, Saheed yang juga berasal dari India selatan setiap Ramadhan sedapat mungkin berbuka puasa di Diera Souk atau Gold Souk. Dengan begitu, ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makanan berbuka.
”Sebagai buruh migran, setiap dirham yang saya dapat harus saya hemat-hemat supaya saya bisa membawa uang cukup banyak saat nanti mudik ke India,” ujar Saheed yang mengaku pendapatannya sehari hanya sekitar 50 dirham.
Tidak terasa, hampir setengah jam kami menikmati menu-menu iftar yang di Indonesia disebut takjil. Sebagian besar orang bergegas ke masjid untuk shalat Maghrib, sebagian lagi pergi ke arah lain. Para petugas kebersihan sigap melipat kembali tikar-tikar dan mengumpulkan sampah yang berserakan. Dalam waktu singkat, lorong itu bersih. Begitu pula lorong-lorong lain.
Aktivitas jual beli di ribuan kios berdenyut lagi, di antara sayup-sayup bacaan kitab suci yang merembes dari beberapa masjid.
Besok kita akan berbuka puasa lagi di sini.