Lulusan Sekolah Penggerak yang Diterima di Jalur Prestasi PTN Merosot
Protes dilayangkan sejumlah sekolah penggerak yang mengalami penurunan jumlah siswa yang lolos di jalur prestasi PTN.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah-sekolah penggerak mengeluhkan turunnya jumlah penerimaan lulusan di jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi atau SNBP tahun 2024. Ada dugaan hal ini akibat sekolah penggerak menggunakan Kurikulum Merdeka, sedangkan perguruan tinggi negeri ataupun sekolah kedinasan milik pemerintah masih memprioritaskan sekolah pengguna Kurikulum 2013.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri, di Jakarta, Kamis (18/4/2024), mengatakan, angket yang disebarkan P2G ke sekolah-sekolah penggerak (jenjang sekolah menengah atas) secara nasional yang mengikuti SNBP tahun ini menunjukkan penurunan jumlah siswa yang diterima di jalur prestasi. Adapun jumlah SMA sekolah penggerak angkatan I yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak tahun 2021 sebanyak 381 SMA secara nasional.
Iman mengatakan, dari 38 SMA sekolah penggerak yang mengisi angket sebagai evaluasi pelaksanaan SNBP 2024, ditemukan fakta ada penurunan drastis jumlah kelas XII yang diterima di jalur tanpa tes. ”Hal ini dirasa tidak berkeadilan bagi pengguna Kurikulum Merdeka untuk sekolah penggerak angkatan I. Sekolah-sekolah penggerak merasa mendapat diskriminasi karena lulusan mereka tidak diperlakukan setara dengan sekolah-sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013,” ujar Iman.
Sebagai contoh, SMA Negeri 1 Cikampek, Karawang, yang lulus SNBP 2023 sekitar 21 siswa. Mereka lulus masuk ke Universitas Padjadjaran atau Unpad (5), Universitas Indonesia atau UI (3), Institut Teknologi Bandung atau ITB (3), Institut Teknologi Sepuluh Nopember atau ITS (3), Universitas Airlangga atau Unair (2), Universitas Brawijaya atau UB (3), dan Universitas Diponegoro atau Undip (2). Namun, tahun ini hanya tiga siswa yang lulus masuk PTN tanpa tes, yakni ke Unpad (1) dan ITB (2).
Tidak ada kaitannya penerimaan di jalur tes karena menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka. Kedua kurikulum diakui dengan pertimbangan tiap PTN.
Ada juga SMAN 1 Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada SNBP tahun lalu sekolah ini meluluskan sekitar 46 siswa. Namun, tahun ini hanya 16 siswa yang lulus SNBP. Adapun jumlah siswa SMAN 21 Jakarta yang diterima tanpa tes sebanyak 22 orang, turun dibandingkan dengan tahun lalu sejumlah 50 siswa.
Di SMAN 2 Pandeglang, Jawa Barat, juga terjadi penurunan, dari 45 siswa pada tahun lalu, kini hanya 21 siswa. Hal sama terjadi di SMAN 1 Kota Sukabumi, hanya 18 siswa yang lulus tanpa tes tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 39 siswa.
Iman mengatakan, kenyataan tersebut bertentangan dengan prinsip yang digembar-gemborkan dalam implementasi Kurikulum Merdeka, yaitu berpihak kepada anak. ”Justru sistem ini merugikan hak-hak anak diterima di PTN melalui jalur SNBP dan termasuk di sekolah kedinasan,” kata Iman.
Sebagai contoh, sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian (Akpol) dan Akademi Militer (Akmil TNI) masih mencantumkan penjurusan IPA dan IPS untuk pendaftaran. Padahal, di Kurikulum Merdeka sudah tidak mengenal penjurusan IPA dan IPS di SMA. ”Jelas ini merugikan anak,” kata Iman tegas.
Penambahan jumlah sekolah
Secara terpisah, Ketua Umum Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Tahun 2024 Ganefri mengatakan, penerimaan jalur prestasi sepenuhnya menjadi kewenangan tiap PTN. Panitia SNPMB hanya memfasilitasi pelaksanaannya secara nasional.
Sebanyak 156.029 siswa lulusan SMA/SMK sederajat tahun ini diterima di seleksi jalur prestasi PTN. Peserta seleksi masuk PTN secara nasional tahun ini akan ditampung di 145 PTN, yang terdiri atas 76 PTN akademik, 25 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), serta 44 politeknik negeri sebagai PTN vokasi.
”Namun, saya tegaskan, tidak ada kaitannya penerimaan di jalur tes karena menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka. Kedua kurikulum diakui dengan pertimbangan tiap PTN,” kata Ganefri.
Di Kurikulum Merdeka tidak ada penjurusan. Para siswa bebas memilih program studi IPA atau IPS. Sebaliknya, siswa yang menggunakan Kurikulum 2013, karena masih ada peminatan IPA dan IPS/bahasa, diterapkan faktor koreksi nilai ketika memilih prodi yang tidak sesuai jurusan.
Ganefri yang juga Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) ini mengatakan, pada tahun ini banyak PTN yang meluaskan akses atau memperbanyak jumlah SMA yang diterima di jalur prestasi. Sebagai contoh, UNP, yang tahun lalu menerima lulusan dari sekitar 900 SMA untuk jalur prestasi, tahun ini menjadi 1.300 SMA/SMK sederajat.
”Kami ingin ada pemerataan supaya lebih banyak lagi lulusan dari daerah. Setidaknya di tiap kota/kabupaten di Sumatera Barat ada perwakilan siswa yang diterima di jalur prestasi. Ada kebijakan untuk sekolah yang terakreditasi A sedikitnya diambil satu siswa yang terbaik di sekolahnya,” kata Ganefri.
Ganefri mengemukakan, UGM pada tahun ini juga memperbanyak SMA sasaran. Tahun lalu ada 600 sekolah sasaran dan tahun ini naik dua kali lipat sekitar 1.200 sekolah. ”Tiap PTN punya kebijakan dan pertimbangan sendiri di jalur prestasi, ada untuk pemerataan. Tapi, yang penting, yang diambil siswa yang terbaik di sekolahnya. Bisa jadi karena ini, kuota di sekolah-sekolah yang selama ini banyak jadi berkurang karena PTN menambah lebih banyak perwakilan dari sekolah baru. Untuk SNBP, itu kuotanya secara umum 20 persen,” katanya.
Menurut Ganefri, sekolah-sekolah penggerak juga bukan berarti sekolah terbaik. Pemilihan sekolah penggerak oleh Kemendikbudristek bervariasi, bergantung pada visi misi kepala sekolah untuk bertransformasi. Sekolah ini memang menggunakan Kurikulum Merdeka.
”Sebenarnya secara obyektif untuk melihat kemampuan siswa dan sekolah itu lewat jalur tes atau saat ujian tulis berbasis komputer atau UTBK nanti. Kalau ini, kan, murni dari hasil tes, diambil yang terbaik hasil tesnya. Kuota di jalur tes ini juga diberikan porsi yang banyak oleh PTN, rata-rata 40 persen,” paparnya.