India Gelar Pemilu Terbesar dan Terlama di Dunia
Sebanyak 970 juta warga India akan memilih pemimpin baru. Sekitar 140 juta pemilih berusia 18-22 tahun.
DELHI, KAMIS — India bersiap melaksanakan pemilihan umum yang kapasitasnya terbesar sedunia. Sejumlah kritik dilayangkan kepada pemerintah, mulai dari pemblokiran unggahan politik di media sosial hingga masyarakat diaspora tidak bisa mengakses laman Komite Pemilihan Umum.
Pemilihan umum (pemilu) India dimulai pada Jumat (19/4/2024) dan berlangsung selama enam pekan sampai 1 Juni. Penghitungan suara dijadwalkan pada 4 Juni.
India memiliki penduduk sebanyak 1,4 miliar jiwa dan yang terdaftar berhak memilih ada 970 juta orang. Sebagai perbandingan, kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari 10 negara, termasuk Indonesia, memiliki populasi gabungan 550 juta jiwa.
Baca juga: Pemilih Muda India: Berpendidikan Tinggi, Menganggur, dan Marah
Pesta demokrasi India dilaksanakan di 21 negara bagian yang setiap wilayahnya memiliki penduduk dengan berbagai latar belakang agama, kelompok etnis, kasta, dan kalangan ekonomi. Sebanyak 140 juta di antara para pemilih merupakan generasi muda dengan rentang umur 18-22 tahun.
Di India, pemilu digelar untuk memilih 543 anggota parlemen. Partai pemenang pemilu dimungkinkan berkoalisi guna membentuk pemerintahan. Perdana menteri dipilih dari dalam koalisi tersebut. Sejak tahun 2014, petahana Perdana Menteri India Narendra Modi memenangi pemilu. Per tahun 2024, ia sudah 10 tahun atau dua kali masa jabatan memimpin negara berpenduduk terbanyak sedunia itu.
Modi memperoleh banyak kritik dari dalam dan luar negeri selama beberapa tahun terakhir. Pasalnya, pemerintahan Partai Bharata Janatiya (BJP) sangat populis hingga beraliran ekstrem kanan. Mereka menginginkan India sebagai negara eksklusif Hindu.
Baca juga: Demokrasi Memang Mahal
Akibatnya, terjadi banyak kasus kekerasan massal terhadap kelompok minoritas, di antaranya umat Islam dan kelompok minoritas etnis di negara-negara bagian di utara. Undang-undang kewarganegaraan India, misalnya, secara terang-terangan menyebut imigran dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan bisa memperoleh kewarganegaraan India selama mereka tidak beragama Islam.
Pemilih terbelah
Berbagai peraturan yang diskriminatif itu memicu unjuk rasa yang kerap berakhir dengan kekerasan, bahkan kematian. Protes terhadap undang-undang tersebut berakhir dengan kematian 21 pengunjuk rasa, sebagaimana dilaporkan surat kabar Guardian edisi 26 Februari 2020. Terlepas dari kritik ini, Modi tetap populer di kalangan masyarakat India pada umumnya.
”Saya tidak suka dengan berbagai aturan diskriminatif yang dikeluarkan oleh Modi. Namun, Modi terbukti bisa memajukan perekonomian India,” kata Abhishek Dhotre (22), pemilih pertama. Ia mengaku tetap akan memilih Modi dan BJP atas alasan ekonomi tersebut.
Berdasarkan data Bank Dunia, per Desember 2023 produk domestik bruto India naik 8,4 persen. India berhasil menyalip Inggris sebagai negara berperekonomian terbesar kelima di dunia. Akan tetapi, hal ini tidak disertai dengan penyerapan tenaga kerja. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), sebanyak 29 persen sarjana di India menganggur.
Baca juga: Pesta Ambani di Negeri dengan Ratusan Juta Orang Melarat
Jika data ILO dilihat pada tahun 2022 secara lebih besar, pemuda pengangguran ini merupakan 83 persen dari total orang-orang tanpa pekerjaan di India. Hal ini memicu kemarahan di kalangan pemuda. Laporan ILO bahkan menyebut, mayoritas dari para pengangguran berpendidikan ini ada di wilayah perkotaan. Padahal, selama ini perkotaan dikonotasikan sebagai pusatnya orang-orang pintar dan berkarier.
Penasihat perekonomian untuk Pemerintah India, V Anantha Nageswaran, menjelaskan di koran Hindustan Times, 27 Maret 2024, bahwa angka pengangguran tidak bisa dibebankan kepada pemerintah untuk mencari jalan keluar. ”Bursa tenaga kerja yang terbesar justru ada di sektor swasta. Mereka yang semestinya membuka lebih banyak lowongan,” katanya.
Pada April 2022, BBC mengeluarkan liputan mengenai pengangguran di India. Salah seorang narasumber ialah sarjana hukum yang terpaksa menjadi sopir bajaj. Ia tidak bisa mencari pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Pekerjaan-pekerjaan kerah putih (formal) lainnya pun tidak terjangkau. Akhirnya, ia harus melakukan pekerjaan kerah biru.
Di kalangan petani, Modi kemungkinan besar kalah. Hal ini karena pada 2020, di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah India mengeluarkan aturan baru mengenai pasar bebas yang mencakup produk tani. Para petani marah karena mereka terancam semakin miskin apabila aturan itu diterapkan.
Petani adalah tulang punggung negara ini. Tidak mungkin saya memilih orang-orang yang tidak menghargai petani.
Petani berunjuk rasa ke New Delhi dan memblokade jalanan dengan traktor. Unjuk rasa itu juga berujung kerusuhan dengan penangkapan sejumlah petani. Berdasarkan fakta yang dikumpulkan Times of India, 19 November 2021, unjuk rasa berlangsung selama 359 hari. Sebanyak 700 orang tewas akibat bentrok, tertular Covid-19, ataupun kelelahan. Pemerintah akhirnya mencabut aturan yang memojokkan petani itu.
Gurpartap Singh (22), petani gandum, mengatakan, tidak akan memilih Modi. ”Petani adalah tulang punggung negara ini. Tidak mungkin saya memilih orang-orang yang tidak menghargai petani,” ujarnya.
Baca juga: Akankah Tren pemimpin Populis Berangsur Bangkit?
Blokade
Guardian, 18 April 2024, melaporkan, pemerintah meminta media sosial X memblokade sejumlah unggahan yang bersifat politis. Alasannya agar tidak mengganggu jalannya pemilu. Blokade ini diprotes masyarakat karena dianggap menghalangi kebebasan demokrasi dan pers. India menduduki peringkat ke-161 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers.
Laman resmi Komisi Pemilu India (ECI) juga tidak bisa diakses. Akibatnya, para diaspora India yang tersebar di seluruh dunia tidak bisa mendaftar untuk mencoblos di kedutaan besar India di negara tempat mereka berada. (AFP)