Jaksa Tuding Trump Coba Tipu Pemilih dalam Kasus Suap
Trump menyuap pemain film dan model majalah dewasa agar mereka tutup mulut. Dengan demikian, pemilih tidak terpengaruh.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
NEW YORK, SELASA — Sidang terkait dugaan suap oleh Donald Trump ke pemain film dan model majalah dewasa terus bergulir. Suap dituding bagian dari upaya Trump menipu pemilih dalam Pemilu 2016.
Sidang pada Selasa (23/4/2024) antara lain menghadirkan David Pecker sebagai saksi. Mantan pemimpin umum tabloid National Enquirer itu disebut jaksa membantu Trump dan pengacaranya, Michael Cohen, dalam menerapkan strategi ”tangkap-dan-musnahkan”. Strategi itu bertujuan menekan informasi negatif soal Trump selama Pemilu 2016.
Pecker bersaksi dalam sidang pada Senin dan Selasa. Jaksa Matthew Colangelo mengajukan Pecker dan sejumlah saksi lain dalam sidang itu. ”Ini adalah konspirasi yang terencana, terkoordinasi, dan berjalan lama untuk memengaruhi Pemilu 2016 untuk membantu Donald Trump terpilih melalui pembayaran ilegal untuk membungkam orang-orang soal perilaku buruknya. Ini adalah kecurangan pemilu, murni, dan sederhana,” kata Colangelo.
Jaksa menuding Trump memalsukan keuangan usaha untuk menutupi pembayaran 100.000 dollar AS ke Stormy Daniels. Pembayaran itu upaya membungkam Daniels agar tidak mengungkap hubungan pribadinya dengan Trump.
Jaksa menyatakan ada rekaman dan dokumen terkait pembicaraan Trump, Cohen, dan Pecker soal penyuapan terhadap para saksi. ”Terdakwa, Donald Trump, merancang skema kirminal untuk mengganggu Pemilu 2016. Selanjutnya, dia menutupi konspirasi kriminal dengan berulang kali berbohong dalam catatan usahanya di New York,” kata Colangelo.
Colangelo mengatakan, suap itu adalah bagian dari taktik membungkam berita negatif dari kubu Trump. Menurut Jaksa, pada saat bertemu dengan Trump dan Cohen pada Agustus 2015, Pecker setuju menjadi mata dan telinga kampanye Trump.
Tugasnya mencari cerita negatif tentang Trump lalu memusnahkannya. ”Pecker tidak bertindak sebagai penerbit, dia bertindak sebagai konspirator,” kata Colangelo.
Pada 2018, American Media, yang menerbitkan National Enquirer, mengakui membayar 150.000 dollar AS kepada mantan model majalah dewasa, Karen McDougal. Pembayaran itu untuk mendapatkan hak atas cerita tentang perselingkuhannya dengan Trump pada 2006 dan 2007.
American Media tak pernah menerbitkan berita itu karena telah bekerja sama dengan Trump. Tabloid itu juga membayar 30.000 dollar AS kepada seorang penjaga pintu yang bercerita Trump mempunyai anak di luar nikah. Kisah ini kemudian terbukti palsu.
Trump mengatakan, pembayaran tersebut bersifat pribadi sehingga tidak melanggar undang-undang pemilu. Dia juga membantah berselingkuh dengan McDougal. Sementara itu, Pecker belum didakwa melakukan kejahatan.
Pengacara Trump, Todd Blanche, menyangkal kliennya bersalah atau melakukan kejahatan. Sebab, taktik itu merupakan bagian dari demokrasi. Jaksa Wilayah Manhattan, Alvin Bragg, tak seharusnya menyidangkan kasus itu.
”Tidak ada salahnya mencoba memengaruhi pemilu. Itu disebut demokrasi. Tuntutan ini membuat gagasan itu seperti sesuatu yang jahat, seolah-olah itu adalah kejahatan,” ujarnya.
Puluhan dakwaan
Dalam kasus ini, Trump dijerat dengan 34 pelanggaran pidana terkait pemalsuan catatan bisnis. Ia menyatakan tak bersalah untuk seluruh tuduhan. Jaksa mengatakan dia memalsukan cek dan faktur.
Saat ini Trump masih menghadapi tiga kasus kriminal lain. Dari empat kasus itu, kemungkinan besar kasus suap ini merupakan satu-satunya kasus yang akan dapat disidangkan sebelum Pemilu AS pada 5 November 2024. Tiga kasus lainnya kemungkinan besar tak memungkinkan untuk digelar sebelum Pemilu AS.
Tiga dakwaan lain adalah upaya membalikkan kekalahan pada Pemilu 2020 dan penanganannya terhadap dokumen rahasia setelah meninggalkan Gedung Putih pada tahun 2021. Trump menyatakan tak bersalah dalam kasus-kasus tersebut. Dia mengatakan semua kasus itu adalah upaya melemahkan kampanyenya dari kubu Joe Biden di Partai Demokrat.
Berdasarkan fakta yang telah dipublikasikan sejak tahun 2018, sejumlah pakar hukum menilai kasus ini sebagai kasus yang paling kecil dampaknya terhadap tuntutan Trump. Artinya, putusan bersalah di kasus ini tak akan menghalanginya untuk menjabat sebagai presiden. Namun, sidang ini dapat merugikannya dalam proses pencalonan.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan setengah dari pemilih independen dan satu dari empat pemilih Partai Republik mengatakan mereka tidak akan memilih Trump jika dia terbukti melakukan kejahatan. (AP/AFP/REUTERS)