Tidak Ada Kepastian bagi Jepang di AUKUS
Jepang ingin bergabung sejak AUKUS diumumkan. Sampai sekarang, hasrat itu tidak kunjung terpenuhi.
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat tidak bisa memastikan kapan Jepang bisa bergabung dengan AUKUS. Washington juga belum bisa menyebutkan, pada bagian apa Tokyo bisa terlibat dalam aliansi militer tersebut.
Direktur Kerja Sama Internasional dan Pengendalian Senjata Departemen Luar Negeri AS Bonnie Denise Jenkins memaparkan hal itu di Washington, Selasa (23/4/2024). ”Kami tidak punya kerangka waktu bagi Jepang atau negara lain yang akan kami ajak bicara soal penambahan keanggotaan,” katanya.
Baca juga: AUKUS Akan Perluas Anggota untuk Bendung China, Jepang Jadi Kandidat
Pernyataan Jenkins kembali mengambangkan keinginan Jepang bergabung dengan AUKUS. Pada awal April 2024, Wakil Menlu AS Kurt Campbell mengindikasikan Jepang tidak akan diterima di AUKUS dalam waktu dekat. Sebab, Tokyo dinilai belum mampu memenuhi ketentuan perlindungan paten dan hak kekayaan intelektual sesuai dengan standar AS.
Hal yang diusulkan adalah memeriksa pilar II dan melihat setiap proyek, apakah akan ada pelibatan (pihak lain) dan Jepang bakal calon kandidat yang layak untuk itu. Hal yang tidak diusulkan, penambahan keanggotaan AUKUS.
Padahal, Campbell paling getol mendorong persekutuan AS-Jepang. Bahkan, ia menyebut aliansi AS-Jepang sebagai hal pokok bagi strategi Indo-Pasifik AS.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese juga menyatakan, saat ini tidak ada rencana menambah anggota AUKUS. Pernyataan itu disampaikan beberapa jam selepas pada menteri pertahanan AS, Australia, dan Inggris mengumumkan rencana mempertimbangkan Jepang dilibatkan dalam pilar II AUKUS.
”Hal yang diusulkan adalah memeriksa pilar II dan melihat setiap proyek, apakah akan ada pelibatan (pihak lain) dan Jepang bakal calon kandidat yang layak untuk itu. Hal yang tidak diusulkan, penambahan keanggotaan AUKUS,” kata Albanese.
Baca juga: AUKUS Tingkatkan Rivalitas, Jokowi Minta Australia Terbuka pada ASEAN
Kepada Reuters, seorang pejabat Jepang yang menolak identitasnya diungkap menyatakan bahwa Australia dan Inggris keberatan menerima Jepang sebagai anggota baru AUKUS. Setidaknya keberatan itu akan bertahan sampai ada hasil konkret dari AUKUS.
Jika Presiden tidak memercayai Jepang untuk menjalankan pabrik baja di AS, bagaimana dia bisa memercayai mereka dengan rahasia paling penting dari negara kita.
Sejak diumumkan pada September 2021, belum ada hal-hal yang benar-benar konkret dari AUKUS. ”Membahas penambahan jumlah anggota saat belum ada yang dicapai AUKUS hanya akan mengganggu kerangka kerja sama yang menjadi dasar aliansi,” kata pejabat itu.
Dosen Australian National University, John Blaxland, juga menyebutkan, ada keengganan di antara anggota AUKUS untuk menambah anggota sampai kerja sama itu menghasilkan hal nyata. ”Perjalanannya masih terlalu dini,” ujarnya.
Menurut Jenkins, saat ini anggota AUKUS sedang fokus menyelaraskan aneka peraturan domestiknya untuk memuluskan aliansi itu. Salah satu fokusnya soal perlindungan rahasia militer dan hak kekayaan intelektual.
Baca juga: Australia Keberatan Penambahan Anggota, Jepang Perkuat Pilar II AUKUS
Anggota AUKUS ingin memastikan tidak ada celah pembocoran rahasia militer. Masalah lain, undang-undang di AS masih membatasi ekspor teknologi militer tertentu. ”Seluruh tiga negara bekerja sama erat untuk memastikan semua memiliki aturan pengendalian ekspor yang selaras yang bisa memastikan keamanan informasi dan teknologi yang akan dibagikan,” ujar Jenkins.
Peneliti senior American Enterprise Institute, William C Greenwalt, menyebut bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk menerima Jepang di AUKUS. Penerimaan itu akan prematur.
Menurut dia, semua anggota AUKUS meragukan Jepang bisa dipercaya soal kerja sama teknologi militer. Rekam jejak keamanan sibernetika Jepang amat buruk dan berulang kali menjadi sasaran peretasan China, Rusia, dan Korea Utara.
Bahkan, Presiden AS Joe Biden telah menunjukkan ketidakpercayaan pada Jepang. Biden melakukan itu dengan menolak menyetujui akuisisi US Stell oleh Nippon Steel. ”Jika Presiden tidak memercayai Jepang untuk menjalankan pabrik baja di AS, bagaimana dia bisa memercayai mereka dengan rahasia paling penting dari negara kita?” ujar Greenwalt.
Hasrat lama
Menurut dosen tamu pada Tama University di Tokyo, Brad Glosserman, Jepang sudah berhasrat bergabung sejak AUKUS diumumkan pada 2021. Sementara dosen pada Kobe University, Tosh Minohara, menyatakan bahwa Pasukan Bela Diri Jepang amat berhasrat mengakses aneka teknologi militer yang akan dibagikan lewat AUKUS.
Baca juga: Serikat Pekerja Australia Tolak Pembangunan Pangkalan Kapal Selam AUKUS
Sejauh ini, menurut Departemen Pertahanan AS pada 8 April 2024, tiga anggota AUKUS masih mempertimbangkan pelibatan Jepang di pilar II aliansi itu. Sementara Duta Besar AS di Tokyo Rahm Emanuel mengatakan, Jepang akan jadi mitra pertama bagi pilar II AUKUS. Pilar II akan fokus pada kerja sama teknologi terkait kecerdasan buatan, rudal hipersonik, rudal jenis lain, hingga pembagian informasi intelijen.
Hal lain, Jepang telah bersepakat dengan Inggris dan Italia untuk mengembangkan pesawat tempur generasi baru. Jepang pun telah mengubah aturan yang melarang ekspor persenjataan.
Jenkins mengatakan, anggota AUKUS telah mengidentifikasi sejumlah peluang untuk bekerja sama dalam pilar II. Hal itu termasuk inovasi teknologi, kapasitas atau kemampuan industri, serta perlindungan data dan informasi secara memadai.
Inovasi teknologi yang tengah didiskusikan dengan negara mitra di antaranya adalah penguatan kemampuan militer dalam perang siber serta perang bawah laut, termasuk di dalamnya adalah potensi penggunaan kecerdasan buatan dan komputasi kuantum.
Kerja sama ini tidak melibatkan anggota militer semata. Kerja sama juga juga melibatkan akademi dan juga para pebisnis, pemilik industri, untuk bahu-membahu mengembangkan teknologi militer yang nantinya bisa diakses oleh tiap-tiap negara. ”Pemerintah, industri, akademisi, militer akan bekerja sama dalam teknologi baru ini,” kata Jenkins. (AFP/REUTERS)