Empat Warga, Termasuk Ketua RT, Jadi Tersangka Provokasi dan Kekerasan di Tangerang Selatan
Sekelompok pemuda tengah berdoa bersama di Kota Tangerang Selatan saat seorang warga datang membubarkan dengan teriakan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Polisi menangkap dan menetapkan empat laki-laki sebagai tersangka keributan warga lokal dengan sekelompok pemuda di RT 007 RW 002, Kampung Poncol, Kelurahan Babakan, Setu, Kota Tangerang Selatan. Gesekan berujung kekerasan ini terjadi saat salah satu pelaku hendak membubarkan kegiatan doa bersama oleh sekelompok pemuda.
Peristiwa terjadi pada Minggu (5/5/2024) malam. Korban, A, perempuan berusia 19 tahun melaporkan hal tersebut sehingga Kepolisian Resor Tangerang Selatan menangkap D (53), l (30), S (36), dan A (26). D merupakan Ketua RT setempat.
A dan teman-temannya tengah doa bersama pada pukul 19.30 WIB. Mereka didatangi D yang hendak membubarkan doa bersama dengan meneriakkan umpatan.
”D mengumpat sekaligus mengintimidasi korban dan temannya dengan maksud tersangka lain bersama-sama menyerang korban dan temannya yang dianggap mengganggu lingkungannya,” kata Kepala Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Ibnu Bagus Santoso, Selasa (7/5/2024).
Teriakan umpatan D ini memancing warga. Mereka mencari tahu apa yang terjadi hingga timbul kegaduhan dan kesalahpahaman berbuntut kekerasan pada korban.
Tersangka I turut meneriakkan umpatan dan mengintimidasi korban yang menolak perintah untuk pergi. Dia dua kali mendorong badan korban.
Pembubaran dengan paksa apalagi dengan kekerasan saat warga sedang melakukan ibadah agama apa pun tidak dibenarkan dengan alasan apa pun.
Ibnu mengatakan, semuanya terekam oleh salah satu penghuni kontrakan di lokasi kejadian. Rekaman juga menunjukkan dua laki-laki membawa pisau.
”Tersangka S dan A membawa pisau untuk mengancam dan menakuti korban dan temannya supaya mereka segera pergi dan membubarkan diri,” ucapnya.
Polisi menyita tiga pisau dan kaus para tersangka saat kejadian, serta rekaman video kejadian tersebut. Tersangka melanggar pasal membawa atau memiliki senjata tajam tanpa hak dan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang di muka umum atau penganiayaan dan melakukan sesuatu dengan kekerasan atau ancaman. Ancaman hukumannya mulai dari 1 tahun hingga 10 tahun penjara.
”Nanti didalami lagi oleh penyidik. Tidak ada intoleransi. Semuanya duduk bersama menjaga kebinekaan,” katanya.
Usut tuntas
Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD Tangerang Selatan Alexander Prabu meminta polisi sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini. Penyelesaian mesti penuh keadilan dan kesetaraan perlakuan serta berupa peringatan keras agar jangan sampai terulang di kemudian hari.
”Pembubaran dengan paksa apalagi dengan kekerasan saat warga sedang melakukan ibadah agama apa pun tidak dibenarkan dengan alasan apa pun,” ujar Alexander.
Selain polisi, Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie dan Forum Kerukunan Umat Beragama Tangerang Selatan menjamin kebebasan warga untuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing.
”Praktik intoleransi masih saja terjadi di tingkat bawah. Peristiwa ini sangat mengusik keharmonisan kerukunan di tengah kota Tangerang Selatan yang cerdas, modern, dan religius,” ucap Alexander.
Ia pun meminta wali kota dan Forum Kerukunan Umat Beragama lebih aktif mengadakan edukasi keberagaman pada warga, terutama RT/RW, tokoh masyarakat, dan pemuda, serta tidak mudah terprovokasi.