Empat Kasus Kematian akibat Kekerasan di STIP Jakarta, Penerimaan Siswa Baru Ditiadakan
Kemenhub akan melakukan pembaruan pada pendidikan vokasi di bawah naungannya. Kekerasan harus dihentikan.
JAKARTA, KOMPAS — Kekerasaan beruntun hingga menyebabkan korban meninggal di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta atau STIP di Cilincing, Jakarta, tercatat sudah terjadi empat kali. Merespons hal ini, Kementerian Perhubungan memutuskan tidak ada penerimaan siswa baru khusus di STIP Jakarta.
Berdasarkan arsip Kompas, kasus terbaru menimpa Putu Satria Ananta Rustika (19) yang meninggal akibat dianiaya seniornya di toilet STIP Cilincing, Jumat (3/5/2024).
Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menetapkan Tegar Rafi Sanjaya atau TRS (21) sebagai tersangka. Selain TRS, polisi juga menetapkan tiga tersangka lainnya, William Jones Panjaitan atau WJP, AK, dan FA. Keempat tersangka adalah senior Satria di STIP Cilincing.
Sebelumnya, Agung Bastian Gultom (20) meninggal saat latihan pedang pora di Lapangan Latihan STIP, Jalan Marunda Pulo, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (12/5/2008) malam. Ada pula tiga taruna yunior yang mengalami luka dalam. Dari kasus itu, kepolisian menetapkan tiga tersangka.
Selanjutnya, taruna Dimas Dikita Handoko (20) meninggal pada Jumat (25/4/2014). Dimas disiksa karena dianggap tidak respek kepada seniornya di STIP Cilincing. Di samping itu, ada enam taruna lain mengalami luka parah. Polisi menahan tujuh taruna. Tiga di antaranya, yaitu Angga Afriandi, Fahri Husaini Kurniawan, dan Adna Fauzi Pasaribu, ditetapkan sebagai tersangka utama penyebab kematian Dimas.
Kemudian ada Amirullah Adityas Putra (18) yang meninggal setelah dianiaya sejumlah seniornya pada Rabu (11/1/2017) sekitar pukul 00.15. Dua jam sebelumnya, sekitar pukul 22.00, korban dan kelima rekannya dikumpulkan oleh lima kakak tingkat mereka di kamar M205, lantai 2 Gedung Dormitory Ring 4, di kompleks STIP.
Willy Hasiholan bersama Sisko Mataheru, Iswanto, Akbar Ramadhan, dan Jakario bin Safi, taruna tingkat II STIP, menjadi tersangka atas kasus penganiayaan yang menewaskan Amirullah dan melukai lima taruna lainnya.
Dari rentetan kasus itu, Kementerian Perhubungan sekarang memilih fokus mempercepat pembenahan STIP untuk memutus mata rantai kekerasan antarsiswa (taruna/taruni).
Baca juga: Memprovokasi Tersangka Utama, Tiga Tersangka Baru Kasus STIP Ditetapkan
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan rasa dukacita, permohonan maaf, dan penyesalan atas peristiwa kekerasan di STIP.
”Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa kekerasan di STIP Jakarta. Ini menjadi duka yang mendalam dan menjadi sebuah titik bahwa kami harus melakukan perubahan. Kami akan melakukan pembaruan pada pendidikan vokasi di bawah naungan Kementerian Perhubungan," ujar Budi melalui keterangan tertulisnya, Kamis (9/5/2024).
Dalam jangka pendek, Kemenhub akan menerapkan moratorium penerimaan taruna di STIP dan mengoptimalkan penerimaan taruna di sekolah pelayaran lainnya di bawah Kementerian Perhubungan.
"Selain itu, melarang berbagi aktivitas yang dapat mendorong celah terjadinya perundungan, termasuk salah satunya menghilangkan kepangkatan dan sebutan senior dan yunior di dalam sekolah," ujar Budi.
Sistem ala kemiliteran itu harus dihilangkan, bahkan di Akmil atau Akpol tidak seperti itu. Ini sekolah tinggi ilmu pelayaran bukan sekolah tinggi ilmu pembunuhan.
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, saat dikonfirmasi mengatakan, terkait moratorium yang dimaksud Menteri Budi, yaitu tidak ada penerimaan siswa baru khusus di STIP Jakarta.
Lalu, dalam jangka menengah, pihaknya akan mengoptimalkan laporan-laporan berbasis digital yang mengurangi interaksi fisik dengan meningkatkan kualitas pengasuh taruna, serta pemisahan interaksi taruna antarangkatan, dan menghilangkan atribut seragam.
Pembenahan akan dilakukan di sekolah-sekolah lain yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan. ”Dalam jangka panjang, pembenahan serupa akan diterapkan di sekolah-sekolah lain di bawah BPSDM Kementerian Perhubungan,” kata Budi.
Selain berkomitmen untuk membenahi STIP dan sekolah-sekolah lainnya, Kemenhub akan melakukan pembenahan dasar seperti mengubah kurikulum yang berfokus pada pembelajaran di kelas dan mengutamakan softskills untuk dapat mendukung lulusan siap kerja di dunia kelautan dan pelayaran.
Baca juga: Tegar Jadi Tersangka Penganiaya Satria hingga Tewas di STIP
Budi juga telah menginstruksikan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) untuk mempercepat investigasi internal atas unsur-unsur kampus STIP Jakarta yang mengabaikan atau tidak menjalankan SOP yang telah ditetapkan sehingga kasus ini dapat terjadi.
”Untuk selanjutnya, akan dikenakan sanksi institusi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Budi.
Pakta integritas
Menurut Ketua Umum Solidaritas Pelaut Indonesia Pius Laja Pera, terus terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah hingga menimbulkan korban jiwa di STIP Jakarta karena lemahnya pengawasan hingga kurangnya perhatian langsung oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Oleh karena itu, agar tidak terjadi kasus kekerasan berujung kematian, kata Pius, pemerintah perlu membuat pakta integritas berisi aturan tegas dan sanksi bagi siswa atau taruna hingga seluruh penyelenggara pendidikan termasuk pimpinan tertinggi di STIP. Pakta integritas itu bisa diperkuat dengan peraturan pemerintah (PP).
“Dalam pakta integritas itu harus tercantum saksi dan aturan terkait semua jenis pelanggaran harus diproses secara hukum karena selama ini yang masuk ranah hukum hanya para pelaku siswa. Para penyelenggara pendidikan STIP tidak kebal hukum. Kelalaian pengawasan mereka telah menyebabkan kematian siswa seharusnya bisa diproses ke ranah hukum,” kata Pius saat dihubungi sore tadi.
Selama kasus yang terjadi, para penyelenggara pendidikan STIP tidak pernah mendapatkan sanksi tegas. Sanksi hanya sebatas pemberhentian semata. Menurut Pius itu tidak akan menyelesaikan akar masalah kekerasan di STIP. Jika para penyelenggara pendidikan STIP bisa dikenakan sanksi tegas atau bisa diseret ke ranah hukum, maka mereka akan serius mengawasi segala bentuk kegiatan siswa.
Pius juga menyoroti STIP yang menerapkan gaya ala akademi militer atau akademi kepolisian seperti pakaian seragam dan emblem pangkat. Gaya ala militer itu telah membuat para siswa merasa gagah, jumawa, dan memiliki kuasa senioritas kepada yuniornya. Perilaku itu telah menenggelamkan mereka dalam arogansi berbalut senioritas.
“Senioritas berlebih. Sistem ala kemiliteran itu harus dihilangkan, bahkan di Akmil atau Akpol tidak seperti itu. Ini sekolah tinggi ilmu pelayaran, bukan sekolah tinggi ilmu pembunuhan. Ingat, sudah ada empat kasus siswa tewas karena senioritas dan ala kemiliteran mereka itu. Mau sampai kapan dan jatuh berapa lagi korban. Semua sistem harus diubah dan pemerintah wajib lakukan perbaikan menyeluruh,” katanya.
Kuasa hukum keluarga korban, Tumbur Aritonang, meyakini Putu dan mungkin para taruna lainnya pernah mendapatkan kekerasan sebelumnya oleh para senior. Jika melihat bukti dari percakapan pesan Putu di telepon selulernya, sebelumnya dia pernah mengalami pemukulan di bagian perut. Pengusutan tuntas dan memroses hukum pihak yang terlibat seharusnya dilakukan dengan benar.