22 Tahun Bendungan Tilong Kupang, Tetesan Kehidupan yang Tak Pernah Mengering
Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang sudah berusia 22 tahun, melayani air bersih warga Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.
Sudah 22 tahun Bendungan Tilong di Dusun Tilong, Desa Oelnasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, beroperasi, melayani kebutuhan air baku warga Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, termasuk pengairan di Kabupaten Kupang. Walaupun belum mencukupi kebutuhan semua warga, sepanjang usianya, air bendungan ini ikut menghidupi warga dan lingkungan sekitar. Sebanyak 45 persen warga Kota Kupang hingga sekarang masih mengupayakan air bersih secara swadaya.
Sebuah prasasti yang dibubuhi tanda tangan Presiden Megawati Soekarnoputri (2021-2024), pada 19 Mei 2002, masih terpajang rapi di sisi kanan Bendungan Tilong, Kabupaten Kupang, Selasa (23/4/2024). Bendungan itu dibangun atas kerja sama Indonesia-Jepang. Megawati pula yang mendorong pemerintahan Presiden Joko Widodo membangun tujuh bendungan baru di sejumlah kabupaten/kota berbeda di NTT. Ia menyadari bendungan dapat mengatasi krisis air bersih di daerah ini.
Selasa itu, air bendungan melimpas ke luar batas tanggul utama bendungan. Bunyi dentuman air kolam saat ditiup angin mirip gelombang laut. Suasana sekitar sepi, kecuali seorang gadis dengan sepeda motor bersandar di sisi bendungan, menunggu rekan pria, yang sedang dalam perjalanan. Bendungan itu telah menjadi tempat wisata warga, terutama saat hari libur, Sabtu dan Minggu.
Pada papan data tertulis antara lain Bendungan Tilong memiliki luas tangkapan air 36,47 kilometer persegi, luas genangan 154,90 hektar, kapasitas tampungan 19,07 juta meter kubik, dan volume efektif 17,31 meter kubik. Rata-rata hujan tahunan 1.457 mm, elevansi muka air normal lebih kurang 100 meter, dan elevansi muka air banjir 102, 37 meter.
Baca juga: Belajar pada Tilong, Pengelolaan Bendungan Raknamo harus Lebih Baik
Di sisi tenggara bendungan, lima pria dewasa duduk beristirahat di bawah pohon bidara yang rindang di sisi bukit bendungan. Terik matahari begitu menyengat. Hari itu, mereka menata pesisir tenggara bendungan sebagai tempat rekreasi, sekaligus jualan makanan ringan bagi pengunjung.
Lokasi itu jauh dari pusat pemantauan dan fasilitas yang dibangun pemerintah. Mereka ingin memanfaatkan sisi lain dari bendungan untuk kesejahteraan hidup. Kegiatan itu atas inisiatif pribadi.
”Bendungan ini diresmikan pada 2002, tetapi sampai hari ini tidak melayani air bersih bagi kami sekitar bendungan. Air bendungan ini dialirkan langsung ke Kota Kupang dan di Kabupaten Kupang. Kami di sini mengusahakan sumur bor. Lima sampai tujuh keluarga mengumpulkan uang membuat satu sumur bor,” kata Umbu Nganjak (45).
Meski tidak melayani kebutuhan air baku, sejumlah warga Desa Oelnasi memanfaatkan air bendungan untuk persawahan di dataran rendah, seperti dialami Umbu Nganjak. Ia memiliki 2.000 meter persegi lahan sawah di Noelbaki yang diairi dengan memanfaatkan Bendungan Tilong. Namun, karena debit air bendungan terbatas, hanya 1.000 meter persegi lahan bisa digarap untuk sawah, sisanya dimanfaatkan untuk menanam kacang-kacangan dan jagung.
Baca juga: Bendungan Tilong Kupang ditata Lebih Menarik
Sebagian besar lahan sawah di Desa Noelbaki,dengan luas sekitar 200 hektar, terletak di dataran rendah memanfaatkan air Tilong. Selain itu, Desa Tarus dan Desa Mata Air di Kabupaten Kupang juga mengambil manfaat dari Bendungan Tilong meskipun tidak semaksimal di Noelbaki. Rembesan air Tilong berdampak baik bagi lingkungan di wilayah itu, termasuk lahan pertanian.
Sejumlah fauna dan flora endemik hidup di sekitar bendungan. Di tempat itu terdapat beberapa jenis burung, antara lain Myzomela timor dan isap madu timor, dan tumbuhan lontar, asam, dan kusambi. Kawasan itu tampak lebih hijau dan rimbun dibandingkan kawasan lain.
Bendungan Tilong mengalirkan air 100 liter per detik ke Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, selain mengairi persawahan di Kelurahan Noelbaki, Kabupaten Kupang, dan beberapa desa sekitar. Lahan sawah Noelbaki 200 hektar pun sudah 22 tahun digarap. Kini, sebagian besar kawasan tidak diolah pemilik karena khawatir curah hujan terbatas. Jarak bendungan dengan persawahan sekitar 11 km dengan posisi lahan berada di dataran.
Kebutuhan air bersih warga Kota Kupang, yang disiapkan PDAM Kota, baru mencapai 15 persen. Durasi pengaliran air baku ke Kota Kupang, termasuk air dari Bendungan Tilong, bervariasi. Ada wilayah yang rutin mendapatkan air bersih, tetapi ada pula permukiman warga hanya mendapatkan air bersih dua kali per pekan. Ada pula wilayah yang hanya satu kali dalam sepekan mendapatkan air bersih.
Baca juga: Debit Air Bendungan Tilong, Kupang, Turun Drastis
Memasuki puncak kemarau, Agustus-Desember, pihak PDAM selalu melakukan penjadwalan ulang sistem pengaliran air ke permukiman sesuai kondisi debit air dari sumber masing-masing. Tahun 2023, misalnya, air yang mengalir selama 24 jam itu diubah menjadi 15 jam per hari. Layanan air bersih bagi warga Kota Kupang juga masih dikuasai PDAM Kabupaten Kupang, sekitar 30 persen.
Jasa bendungan itu sangat besar, tetapi banyak warga tidak menyadari dari mana tetesan air yang sampai ke rumah.
Data tahun 2023 menunjukkan, terdapat 51 kelurahan di Kota Kupang dengan jumlah penduduk 443.349 jiwa. Keterpenuhan layanan air bersih dari pemerintah daerah bagi warga Kota Kupang mencapai 55 persen, termasuk 10 persen dari layanan air bersih provinsi. Sisa 45 persen warga mengupayakan air bersih secara swadaya. Menggali sumur, mengupayakan sumur bor sendiri, dan membeli air dari mobil tangki.
Biaya sumur bor di Kota Kupang bervariasi Rp 25 juta-Rp 75 juta per titik. Tergantung kondisi geografis tanah. Jika pengeboran itu dilakukan di wilayah perbukitan, seperti Kelurahan Fatukoa dan Kelurahan Naioni, biaya pengeboran sumur Rp 50 juta-Rp 75 juta per titik. Kelurahan lain berkisar Rp 25 juta-Rp 50 juta.
Pemilik sumur bor di Kota Kupang sebagian besar menjual air melalui mobil tangki, selain untuk kebutuhan pribadi. Setiap pengisian satu mobil tangki dikenai biaya Rp 20.000. Rata-rata satu sumur bor melayani lima mobil tangki per hari, dengan kapasitas air bersih 5.000–6.000 liter per tangki. Setiap mobil tangki melakukan pengisian sampai 12 kali per hari, dari pukul 06.00 Wita sampai pukul 21.00 Wita.
Baca juga: Bisnis Air Sumur Bor di Kupang Kian "Basah"
Jumlah sumur bor milik perseorangan di Kota Kupang diprediksi 2.000 titik. Biasanya pengeboran dilakukan di pekarangan rumah. Kepemilikan sumur bor perseorangan ini tidak terdata pemerintah. Setiap rumah tangga yang tidak terlayani air PDAM secara diam-diam mengadakan sumur bor sendiri.
Di lingkungan RT 001 RW 002 Kelurahan Liliba, misalnya, terdapat 15 sumur bor perseorangan. Jumlah ini bakal terus bertambah selama pelayanan air bersih dari pemkot belum memadai. Terdapat 2.232 RT di Kota Kupang. Kepemilikan sumur bor ini didominasi pengusaha, ASN, dan karyawan swasta dengan penghasilan lebih dari UMP, Rp 2 juta lebih per bulan.
Harga air mobil tangki Rp 70.000–Rp 300.000 per mobil. Harga ini sesuai jarak dari rumah warga dari titik pengisian air. Banyak warga tidak mampu membeli air dengan harga tersebut. Mereka menumpang timba air dari sumur warga terdekat. Namun, memasuki puncak kemarau, sumur-sumur warga yang digali dengan kedalaman hanya sampai 15 meter mengalami kekeringan.
Ny Maria Klau (54), warga Kelurahan Naimata, Kota Kupang, mengatakan, saat sumur galian kering, ia terpaksa membeli air yang dijual pengusaha air di dalam tandon atau profil berukuran 1.100 liter, dengan harga Rp 50.000 per tandon. Air tersebut hanya dipakai untuk minum setelah direbus dan memasak.
Baca juga: Sejumlah Sumur Air Galian Milik Warga Kupang Kering Kerontang
”Untuk kebutuhan mandi, kami dapat dari tetangga lain yang sumur galiannya masih menyimpan air. Jaraknya sekitar 100 meter dari rumah. Tidak dibayar. Mereka juga orang susah, tapi tidak ingin memungut bayaran. Kami tidak hanya mandi dan cuci, tetapi juga bisa ambil air dari sana, hanya jaraknya cukup jauh,” kata Klau.
Meringankan warga
Di tengah berbagai kesulitan warga itu, Kepala Satuan Kerja Bendungan I Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Frengki Welkis mengatakan, empat bendungan yang tersebar di tiga kabupaten sudah turut membantu meringankan beban warga. Bendungan Tilong, salah satunya, sudah 22 tahun beroperasi melayani masyarakat Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Tidak hanya kebutuhan air baku, tetapi juga membantu pengairan lahan pertanian.
Tetesan-tetesan air bendungan mengurangi kesulitan air bersih dan menjaga lingkungan sepanjang musim kemarau. Bendungan menyediakan air bukan satu musim, melainkan puluhan tahun ke depan. Bendungan Tilong pun diperkirakan dan diharapkan masih berfungsi normal selama puluhan tahun mendatang.
”Jasa bendungan itu sangat besar, tetapi banyak warga tidak menyadari dari mana tetesan air yang sampai ke rumah. Mari kita rawat bendungan yang ada demi anak cucuk kita. Merawat bendungan, merawat tetesan air agar tak mengering,” kata Frengki.