Menutup Kembalinya ”Amplop Coklat” di Kapal ASDP Kupang
ASDP Kupang terus melakukan inovasi dan perbaikan layanan. Konsistensinya akan selalu disoroti publik.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Lewat pelantang suara, petugas berulang kali mengingatkan calon penumpang yang hendak membeli tiket kapal PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) di Pelabuhan Bolok Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Selasa (23/4/2024) siang. Disampaikan bahwa pembelian tiket, termasuk untuk kelas bisnis, hanya dilayani di loket darat. Tak ada lagi transaksi di atas kapal.
Sesaat setelah imbauan lewat pelantang suara, beberapa petugas ASDP mendatangi kerumunan calon penumpang yang berkumpul di depan loket penjualan tiket. Petugas mengulangi kembali imbauan itu langsung ke telinga calon penumpang. ”Untuk kelas bisnis, beli memang di sini. Di kapal tidak ada lagi jual beli tiket,” ujar seorang petugas.
Imbauan itu mulai intensif dilakukan sejak akhir Desember 2023 setelah ASDP Kupang mendapat sorotan mengenai transaksi di ruang kelas bisnis kapal. Kala itu tak ada pemberitahuan di loket sehingga penumpang membeli tiket kelas ekonomi. Tiba di atas kapal, mereka berebut ruang kelas bisnis dengan membayar Rp 50.000 kepada petugas.
Biasanya uang tersebut dikumpulkan petugas dalam sebuah amplop coklat berukuran besar. ”Uang itu tidak disetor ke kantor dan menjadi pendapatan ASDP. Uang itu digunakan untuk keperluan di kapal. Padahal, sudah ada uang operasional di setiap kapal,” kata Manajer Usaha PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Kupang Andri Matte.
Terbongkarnya praktik ”amplop coklat” terjadi ketika Andri bersama Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kapal. Pemeriksaan bertolak dari temuan Ombudsman NTT. Memang, perebutan ruang kelas bisnis di kapal ASDP Cabang Kupang sudah menjadi hal biasa selama bertahun-tahun. Hasil sidak itu menjadi bahan evaluasi dan perbaikan.
Andri lalu mengumpulkan petugas darat dan nakhoda kapal. Beberapa anak buah kapal yang terlibat transaksi di kapal dipindahkan demi efek jera. Ia berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan ke depan. ”Memang tidak semua orang suka dengan transformasi ini. Kita harus mulai,” ujarnya.
Imbauan untuk membeli tiket kelas bisnis di loket yang disampaikan lewat pelantang suara ataupun mendatangi calon penumpang merupakan bagian dari inovasi untuk memperbaiki layanan. Seiring waktu, perubahan mulai tampak meski belum siginifikan. ”Sekarang permintaan tiket bisnis naik,” ucapnya.
Menurut dia, perilaku calon penumpang juga ikut menentukan kelancaran transformasi layanan. Penumpang jangan mengulangi pola lama yang justru merugikan penumpang. Dengan membeli tiket kelas ekonomi, lalu membayar Rp 50.000 untuk mendapatkan ruangan kelas bisnis, penumpang malah mengeluarkan uang lebih banyak.
Seperti pada rute Kupang-Larantuka, harga tiket kelas ekonomi untuk penumpang dewasa Rp 126.000. Jika ditambah lagi Rp 50.000 di kapal, uang yang dikeluarkan menjadi Rp 176.000. Padahal, jika membeli langsung tiket bisnis di loket, penumpang hanya mengeluarkan Rp 157.000. Sosialisasi hitungan semacam itu pun terus disampaikan.
Jangan sampai kelas ekonomi dibiarkan, kemudian ditagih uang Rp 50.000. Siapa yang untung?
Ansel Kapitan (40), pengguna kapal ASDP, menuturkan, ada penumpang yang enggan membeli tiket kelas bisnis karena khawatir tidak kebagian tempat di ruang kelas bisnis ketika sudah berada di kapal. Mereka lebih memilih membeli tiket ekonomi, lalu membayar Rp 50.000 di atas kapal. Sering kali terjadi sesama penumpang saling berebut tempat tidur di ruang kelas bisnis.
Ia menyarankan agar kapal menempatkan petugas keamanan di pintu masuk ruang kelas bisnis untuk memeriksa setiap penumpang yang masuk agar wajib memiliki tiket kelas bisnis. ”Jangan sampai kelas ekonomi dibiarkan, kemudian ditagih uang Rp 50.000. Siapa yang untung?” ujarnya.
Di tengah tantangan itu, pihak ASDP terus melakukan perbaikan. ASDP mulai beroperasi di NTT tahun 1986 dan kini melayarkan sembilan kapal yang melayani 57 lintasan. ASDP merupakan angkutan primadona masyarakat NTT. Tahun 2022, di NTT, kapal ASDP melakukan 1.691 kali perjalanan dengan mengangkut 134.502 penumpang dan 48.766 kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih.
Tahun 2023 terjadi pertumbuhan yang cukup signifikan. Total sebanyak 7.413 perjalanan dengan mengangkut 394.213 penumpang serta 122.940 kendaraan berbagai jenis. Dengan peningkatan itu, ASDP Kupang mendapat penghargaan dari ASDP pusat di Jakarta sebagai cabang dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia.
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius B Daton mengatakan, dari semua sektor pelayanan publik yang diawasi Ombudsman, ASDP menjadi salah satu sektor dengan tingkat pengaduan tinggi. Darius pun mengapresiasi berbagai upaya yang dilakukan dengan tujuan perbaikan pelayanan ASDP. Kini, praktik ”amplop coklat” sudah tidak lagi kelihatan di kapal.
Darius yang sering melakukan sidak ke pelabuhan itu masih menemukan berbagai masalah, seperti calo tiket yang berkeliaran. Calo memanfaatkan perilaku calon penumpang yang malas antre di loket pembelian tiket. Penumpang memberi imbalan jasa kepada calo sebesar Rp 5.000 per tiket.
Selain itu, terjadi permainan angka volume muatan antara pemilik kendaraan dan oknum petugas ASDP. Volume yang dilaporkan di bawah dari jumlah yang sesungguhnya. Di satu sisi, hal ini menyebabkan kapal kelebihan muatan dan di sisi lain negara kehilangan potensi pendapatan yang cukup besar.
Darius juga menyoroti tata letak ruang kapal. Kapal berlayar dengan rute terpanjang hingga lebih dari 20 jam hanya menyediakan kursi bagi penumpang. ”Bagaimana penumpang bisa tidur di kursi? Penumpang sangat sengsara. Untuk rute jauh sebaiknya perlu kapal yang memiliki tempat tidur bertingkat,” katanya.
Darius berharap transformasi lewat perbaikan layanan serta berbagai inovasi yang dilakukan ASDP Kupang saat ini terus berlanjut. Jangan sampai, ketika minimnya pengawasan, praktik lama pun terulang kembali. Konsistensi dan kecepatan bertransformasi akan terus dilihat publik, seperti menutup kembali praktik ”amplop coklat” di ruang kelas bisnis kapal.