Dana Pemberdayaan Ekonomi Korban Konflik Aceh dan Eks GAM Rp 15 Miliar Diduga Dimanipulasi
Ada dugaan dana itu dipakai untuk kepentingan Pemilu 2024. Anggaran berasal dari dana pokok pikiran anggota DPRA.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Dana hibah untuk pengadaan benih ikan dan pakan bagi korban konflik dan eks kombatan di Kabupaten Aceh Timur, Aceh, sebesar Rp 15,7 miliar sedang menjadi sorotan publik. Realisasi program tersebut dinilai tidak sesuai dengan perencanaan sehingga perlu diusut oleh aparat penegak hukum.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (Mata) menuturkan, program hibah itu berada di bawah Badan Reintegrasi Aceh (BRA) tahun anggaran 2023. Namun, hasil penelusuran Mata, ada indikasi yang mengarah pada tindak pidana korupsi karena kelompok penerima dimanipulasi. Kelompok penerima dibentuk hanya untuk mempermudah pencairan anggaran.
”Para aparatur desa sama sekali tidak mengetahui atas keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan tersebut,” kata Alfian, Rabu (8/5/2024).
Bantuan budidaya ikan ditujukan bagi sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Aceh Timur. Setiap kelompok diberikan hibah Rp 1,750 miliar. Setelah ditelusuri, tidak ada kelompok korban yang menerima bantuan itu.
”Ada dugaan dana itu dipakai untuk kepentingan Pemilu 2024. Anggaran tersebut berasal dari dana pokok pikiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA),” kata Alfian.
Badan Reintegrasi Aceh adalah lembaga yang dibentuk oleh Gubernur Aceh pada 2006 dengan tugas mengurus masalah reintegrasi untuk memperkuat perdamaian di Aceh. Salah satu program rutin badan ini adalah pemberdayaan korban konflik, eks kombatan, dan eks tahanan politik/narapidana politik.
”Patut diduga bantuan tersebut fiktif dan sangat potensi anggaran tersebut menjadi alat politisasi untuk kepentingan pemilu Februari 2024 lalu,” kata Alfian.
Oleh sebab itu, ia mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki persoalan tersebut. Penggunaan anggaran daerah harus transparan agar publik bisa mengawasinya.
Di sisi lain, ia mendesak Gubernur Aceh untuk mengevaluasi kinerja BRA agar semua program tepat sasaran. ”Perlu orang-orang yang memiliki integritas dan moral untuk mengelola BRA sehingga kinerja ke depan menjunjung tinggi rasa keadilan bagi korban konflik,” kata Alfian.
Sementara itu, Sekretaris Pelaksana BRA Kabupaten Aceh Timur Yusuf mengatakan, mereka tidak mengetahui adanya penyaluran bantuan Rp 15,7 miliar kepada korban konflik dan eks kombatan di Aceh Timur.
Yusuf mengatakan, BRA Aceh tidak berkoordinasi dengan pengurus di kabupaten. ”Kapan diberikan bantuan dan siapa penerimanya serta berapa anggarannya ini tidak diberi tahu,” ujar Yusuf.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan, pihaknya sedang mendalami persoalan bantuan untuk korban konflik senilai Rp 15,7 miliar tersebut. Saat ini, kejaksaan sedang mengumpulkan dokumen dan informasi terkait program itu. Belum ada saksi yang dipanggil.