Sedimentasi di Teluk Kendari membuat pendangkalan tidak terkendali. Sedimen membawa polutan yang bisa berdampak luas.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sedimentasi di Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, kian tidak terkendali dan belum tertangani. Kondisi ini berdampak pada kedalaman teluk tersisa hingga kisaran 10 meter, dari sebelumnya mencapai puluhan meter. Sedimen juga membawa polutan seperti fosfor yang suatu saat bisa memengaruhi ekosistem teluk dan perairan.
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PR LSDA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Aisyah menjabarkan, berdasarkan riset yang ia lakukan, sedimentasi di kawasan teluk memang terus terjadi dan membuat teluk kian dangkal. Kedalaman teluk saat ini berkisar 10 meter. Hal ini sejalan dengan sejumlah penelitian sebelumnya yang mencatat kedalaman teluk di kedalaman tersebut.
”Berdasarkan pengukuran yang kami lakukan di lima titik di teluk, kedalaman berkisar 8 meter hingga 12 meter. Kami mengambil sampel di muara sungai, dan muara teluk,” kata Aisyah, dihubungi dari Kendari, Rabu (8/5/2024).
Pada medio 2021 hingga 2022, ia melakukan riset di Teluk Kendari. Riset ini khususnya menitikberatkan pada karakteristik sorpsi fosfat di Teluk Kendari. Hasil risetnya dipublikasikan awal Mei ini.
Berdasarkan riset peneliti lain sebelumnya, tambah Aisyah, kedalaman wilayah teluk mencapai 23 meter pada 2003. Namun, kedalaman teluk terus berkurang hingga di kisaran 10 meter. Hal ini terjadi akibat pendangkalan yang disebabkan proses sedimentasi.
Menurut Aisyah, dari hasil karakterisasi sampel, sedimen Teluk Kendari mengandung tekstur lumpur yang sangat tinggi, yaitu mencapai 80 persen. Sedimen ini juga memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi hingga mencapai hampir 70 persen, juga kandungan logam besi (Fe) yang tinggi mencapai 9 mg/g. Fraksinasi fosfor menunjukkan bahwa fosfor terikat kalsium memiliki konsentrasi yang paling tinggi disusul dengan fosfor terikat besi.
”Seperti kita tahu bahwa sedimen itu membawa polutan, salah satunya fosfor. Di satu sisi, fosfor ini memang bermanfaat untuk tanaman di air, tapi jika berlebih, akan terjadi blooming alga suatu saat nanti yang akan berdampak pada ekosistem teluk secara keseluruhan,” katanya.
Situasi ini, ia melanjutkan, akan terus memburuk jika tidak ada penanganan berarti. Jika sedimentasi semakin tinggi, lingkungan akan terus terganggu. Terlebih lagi jika teluk sudah tidak mampu memulihkan polutan yang terlarut di dalamnya.
Oleh sebab itu, upaya pengendalian harus terus dilakukan, terutama pengendalian sedimentasi dari hulu akibat tata guna lahan yang tidak sesuai. Selain itu, limbah masyarakat yang juga bermuara ke teluk harus ditangani maksimal. Limbah rumah tangga ini turut menyumbang polutan, salah satunya fosfor.
”Tentu ini pekerjaan lintas sektor, baik itu penataan lingkungan, penggunaan lahan di teluk, hingga penataan di hulu. Sebab, jika tidak ditangani, kondisi teluk akan semakin menurun,” katanya.
Selain limbah rumah tangga, sedimentasi di Teluk Kendari berasal dari 13 sungai yang bermuara ke wilayah seluas 29,5 kilometer persegi ini. Sungai-sungai ini membawa endapan pasir dan lumpur dari aktivitas di wilayah hulu atau sepanjang sempadan sungai.
Riset dari Catrin Sudardjat, M Syahril BK, dan Hadi Kardhana pada 2011, seperti dilansir dari laman LPPM Institut Teknologi Bandung (ITB), menunjukkan Sungai Wanggu yang menguasai daerah aliran sungai (DAS) seluas 339,73 kilometer persegi merupakan penyumbang sedimentasi terbesar di Teluk Kendari. Sedimentasi dari sungai itu mencapai 143.147 meter kubik per tahun atau sekitar 143 juta ton.
Persoalan utamanya itu ada di endapan yang terus datang akibat kerusakan di hulu atau aktivitas masyarakat.
Selain laju sedimentasi, perubahan dasar di muara sungai dari tahun 2000 sampai tahun 2011 sebesar 22 sentimeter. Saat ini, sedimentasi telah sampai ke aliran sungai sehingga ekosistem di wilayah sungai juga terancam.
Hasil penelitian Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sampara menyebutkan, dalam kurun waktu 13 tahun, terjadi pendangkalan di Teluk Kendari seluas 101,8 hektar dan kedalaman laut berkisar 9 meter sampai 10 meter. Luasan wilayah teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 hektar menjadi 1.084,4 hektar pada tahun 2000. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya tutupan mangrove akibat okupasi lahan.
Dihubungi terpisah, Kepala BPDAS Sampara Azis Ahsoni pada Kamis (9/5/2024) menjelaskan, dampak dari sedimentasi adalah terjadinya pendangkalan di teluk, baik di muara-muara sungai hingga ke muara teluk. Kedalaman teluk berkurang drastis setelah diterjang endapan dalam jumlah besar selama bertahun-tahun.
Menurut Azis, jika tidak ada penanganan, endapan dipastikan terus mengalir dan memenuhi teluk. Dampak sedimentasi terus terjadi, baik berkurangnya kemampuan teluk menyimpan air maupun terganggunya ekosistem di wilayah ini.
Salah satu persoalan rehabilitasi DAS yang dilakukan selama ini, ia menambahkan, adalah sulitnya mencari lahan di sekitar sempadan sungai. Lahan tersebut telah berubah menjadi perkebunan skala besar, lahan permukiman, hingga aktivitas lainnya.
”Kolam retensi yang ada bisa mengurangi sedimen dan banjir, tetapi masalahnya bukan di situ. Persoalan utamanya itu ada di endapan yang terus datang akibat kerusakan di hulu atau aktivitas masyarakat. Sementara itu, kami kesulitan untuk penanganan DAS di daratan Sultra ini karena terbatasnya lahan,” kata Azis.