Semoga hakim MK juga mampu mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka sesuai nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Oleh
AHMAD SYAIKHU
·4 menit baca
Akhir-akhir ini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi atau MK. Maklum saja, saat ini lembaga negara ini menjadi tumpuan pertama dan terakhir bagi rakyat Indonesia dalam menentukan sikapnya atas Pilpres 2024 yang penuh dinamika.
Selama proses persidangan, berbagai data, informasi, kesaksian, ataupun argumentasi, baik yang disampaikan oleh para pihak, para saksi, maupun para ahli, dapat diakses oleh semua orang. Bahkan, semua orang juga dapat mengetahui dengan jelas para praktisi dan para akademisi yang telah memberikan dukungannya kepada hakim MK sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae).
Jika tak ada halangan, hakim MK akan membacakan putusannya pada 22 April 2024. Hakim MK harus segera menyusun putusannya berdasar bukti dan fakta yang terungkap di persidangan. Penyusunan putusan ini harus bebas dari pengaruh dan tekanan pihak mana pun, termasuk dari cabang-cabang kekuasaan negara di luar cabang kekuasaan kehakiman, seperti kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Kita optimistis hakim MK selama proses persidangan telah benar-benar melihat, mendengarkan, dan memahami dinamika yang ada.
Kemerdekaan hakim MK harus terjaga, baik secara orang perseorangan maupun kelembagaan. Kemerdekaan dalam membuat putusan, kemerdekaan atas segala bentuk intervensi, kemerdekaan atas pengaruh kekuasaan lembaga lain, dan kemerdekaan atas pengelolaan anggaran.
Kemerdekaan hakim MK merupakan syarat mutlak terselenggaranya kekuasaan kehakiman dan berdirinya negara hukum Indonesia yang demokratis. Negara hukum yang sumber legitimasi konstitusinya adalah rakyat Indonesia.
Negara hukum yang mengantarkan rakyat Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub di Pembukaan UUD 1945. Inilah spirit konstitusionalisme Indonesia.
Kemerdekaan hakim MK memberikan pengaruh besar dalam pembentukan budaya hukum (legal culture) di Indonesia. Budaya untuk menghargai dan menjunjung tinggi hukum sebagai nilai dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk budaya untuk menghargai segala bentuk partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation).
Hakim MK harus taat pada kode etik dan pedoman perilaku hakim serta peraturan perundang-undangan yang ada. Kedua aturan ini (etika dan hukum) pedoman bagi hakim MK agar tetap merdeka dalam menentukan isi putusannya.
Berdasarkan Peraturan MK No 09/PMK/2006, kode etik dan pedoman perilaku hakim MK memuat tujuh prinsip (Sapta Karsa Hutama), yakni (1) independensi; (2) ketakberpihakan; (3) integritas; (4) kepantasan dan kesopanan; (5) kesetaraan; (6) kecakapan dan kesaksamaan; serta (7) kearifan dan kebijaksanaan. Ketujuh prinsip merujuk pada The Bangalore Principle of Judicial Conduct 2002 dan Ketetapan MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Kebebasan yang bertanggung jawab
Kemerdekaan hakim MK merupakan kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan YME dan rakyat Indonesia. Itu mengapa hakim MK disebut ”wakil Tuhan” di muka bumi. Setiap putusannya harus diawali dengan irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tanpa itu, putusan hakim MK batal demi hukum.
Sebagai wakil Tuhan, hakim MK harus mempraktikkan sikap, pandangan, perbuatan, dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
Meski memiliki kedudukan terhormat dan menyandang posisi wakil Tuhan di muka bumi, hakim MK tetap manusia biasa yang tak luput dari segala khilaf dan juga salah. Beberapa hakim MK pernah terbukti melanggar etika dan hukum yang jadi pedoman perilakunya. Dampaknya, kepercayaan publik terhadap lembaga pengawal konstitusi ini menurun dan kewibawaannya selaku lembaga peradilan juga terkoyak.
Jadi putusan hakim MK yang saat ini banyak ditunggu orang, bukanlah putusan yang sekadar berisi pernyataan menang atau kalah, melainkan putusan yang mampu menyatakan bahwa inilah hal yang benar dan inilah hal yang salah.
Di tengah rasa pesimisme yang kuat, masyarakat masih menaruh harapan besar kepada hakim MK, semoga masih ada kesadaran kolektif dan perubahan perilaku dari hakim MK untuk memperbaiki kepercayaan publik dan citranya. Semoga hakim MK juga mampu mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka sesuai nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kini semua orang menunggu kesadaran dan perubahan perilaku itu. Sanggupkah hakim MK mewujudkan ke dalam putusan yang ditetapkannya?
Putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan. Putusan yang memberikan kepastian hukum. Putusan yang memberikan kemanfaatan hukum bagi semua pihak, khususnya para pemohon. Putusan yang secara logis memuat karakteristik penalaran hukum (legal reasoning) yang baik dan benar.
Jadi putusan hakim MK yang saat ini banyak ditunggu orang, bukanlah putusan yang sekadar berisi pernyataan menang atau kalah, melainkan putusan yang mampu menyatakan bahwa inilah hal yang benar dan inilah hal yang salah. Putusan yang berdampak langsung pada perbaikan pelaksanaan demokrasi dan kualitas hukum di Indonesia. Putusan yang akan dicatat dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dan sekaligus direkam dengan baik dalam ingatan rakyat Indonesia.
Kita optimistis hakim MK selama proses persidangan telah benar-benar melihat, mendengarkan, dan memahami dinamika yang ada. Kita pun masih berbaik sangka mereka akan menggunakan keluhuran hati nuraninya dalam menyusun setiap pertimbangan dan kesimpulan putusan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran, baik secara formil maupun materiil.
Apa pun isi putusan yang nanti dibacakan, semoga dapat meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki kewibawaan hakim MK. Kita berharap, semoga pascaputusan dibacakan, konsolidasi demokrasi di Indonesia segera terwujud.