Penguatan institusi merupakan salah satu pendekatan yang paling efektif untuk mencegah korupsi dalam pengelolaan timah.
Oleh
DAROL ARKUM
·4 menit baca
Kurangnya kesadaran akan pentingnya tata kelola yang baik serta lemahnya penegakan hukum dianggap sebagai faktor penyebab korupsi timah di Bangka Belitung. Tanpa konsekuensi yang jelas dan tindakan penegakan hukum yang kurang tegas, pelaku korupsi cenderung merasa bisa bertindak tanpa takut hukuman.
Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus tata kelola timah tahun 2015-2022. Menurut hasil penghitungan ahli lingkungan IPB University Bambang Hero Saharjo, negara mengalami kerugian Rp 271 triliun dari nilai ekologis, ekonomi, dan pemulihan lingkungan (Kompas, 1/4/2024).
Sumber daya alam sering kali menciptakan peluang bagi praktik korupsi karena nilai ekonomi yang sangat tinggi. Pejabat pemerintah atau perusahaan yang memiliki kontrol atau akses terhadap sumber daya alam dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui perilaku rente, penyuapan, penyalahgunaan dana publik, atau kontrak yang merugikan negara.
Institusi sangat relevan dalam memahami korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam. Peran struktur institusi dan regulasi dalam membentuk perilaku politik dan ekonomi. Institusi yang lemah atau rentan terhadap korupsi cenderung gagal dalam mengatur eksploitasi sumber daya alam dengan baik dan meningkatkan risiko korupsi.
Oleh karena itu, langkah-langkah untuk memperkuat institusi dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi penting untuk mengurangi tingkat korupsi.
Penguatan institusi merupakan salah satu pendekatan yang paling efektif dalam mencegah korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam timah. Hal ini melibatkan serangkaian langkah untuk memperkuat lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti badan pemerintah, lembaga pengawas, dan institusi hukum.
Institusi yang lemah dapat menjadi salah satu faktor utama yang memperkuat praktik korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Kenyataan ini didukung oleh fakta bahwa kejahatan korupsi timah telah berlangsung sejak lama (2015-2022) yang melibatkan jaringan penyelenggara pada perusahaan pelat merah dan para pengusaha. Kekayaan sumber daya alam sering kali menarik perhatian aktor-aktor internal dan eksternal yang berusaha memanfaatkannya untuk kepentingan mereka sendiri dan meningkatkan risiko korupsi.
Institusi yang lemah dapat menjadi salah satu faktor utama yang memperkuat praktik korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam. Institusi yang lemah cenderung memiliki kendala dalam memberlakukan aturan, mengawasi kegiatan eksploitasi sumber daya alam, dan menegakkan hukum dengan tegas terhadap pelanggaran. Ini menciptakan ruang bagi praktik korupsi karena pelaku korupsi merasa lebih aman dalam melanggar aturan tanpa ketakutan akan ditindak oleh hukum.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penguatan tata kelola yang baik dalam pengelolaan sumber daya alam dapat mengurangi risiko korupsi. Menurut Acemoglu dan Johnson (2005), lembaga-lembaga yang kuat dan berintegritas memainkan peran penting dalam mengurangi praktik korupsi dalam ekonomi sumber daya.
Penegakan hukum
Lemahnya sistem akuntabilitas dan penegakan hukum juga memperkuat praktik korupsi. Kurangnya transparansi, lemahnya institusi pengawas, dan rendahnya efektivitas penegakan hukum memungkinkan para pelaku korupsi untuk beroperasi dengan relatif bebas tanpa takut akan konsekuensi hukum yang serius.
Dalam konteks Indonesia, penegakan hukum yang lemah telah menjadi hambatan nyata dalam upaya memberantas korupsi dalam pengelolaan sektor sumber daya alam, seperti tambang dan kehutanan. Dari skandal suap perizinan tambang hingga deforestasi ilegal yang tidak tersentuh, kegagalan sistem hukum telah membuka pintu bagi para pelaku korupsi untuk terus beroperasi tanpa takut akan konsekuensi.
Berbagai faktor penyebab sangat kompleks, seperti kekayaan alam yang melimpah, kurangnya transparansi, ketidakstabilan politik, konflik, dan kurangnya penegakan hukum, sering kali menjadi pemicu utama korupsi dalam sektor ini.
Kegagalan dalam penegakan hukum sering kali disebabkan oleh korupsi di dalam sistem hukum itu sendiri. Ketika para penegak hukum atau petugas pengadilan terlibat dalam praktik korupsi, mereka tidak hanya memberikan contoh yang buruk, tetapi juga memungkinkan para pelaku korupsi untuk menghindari penegakan hukum secara ideal.
Korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam acapkali dipicu oleh adanya struktur politik dan ekonomi yang memungkinkan terjadinya monopoli atau oligopoli dalam kontrol dan akses terhadap sumber daya alam. Hal ini menciptakan insentif bagi penguasa atau pejabat pemerintah untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka demi memperoleh keuntungan pribadi.
Eksploitasi sumber daya alam yang tidak transparan sering kali menjadi sarang untuk korupsi. Ketika pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara rahasia atau tanpa pengawasan yang memadai, ada risiko tinggi bahwa keputusan dan kontrak terkait dengan sumber daya alam tersebut dapat dimanipulasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Penegakan hukum yang lemah telah menjadi hambatan nyata dalam upaya memberantas korupsi dalam pengelolaan sektor sumber daya alam.
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam, baik dalam proses perizinan, pengelolaan keuangan, maupun pelaporan, memungkinkan celah bagi praktik korupsi. Ketidakjelasan atau kelemahan dalam regulasi dan sistem pengawasan memperburuk masalah ini.
Penguatan lembaga-lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel adalah kunci untuk mengatasi korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, kelemahan dalam sistem hukum dan penegakan hukum, seperti intervensi politik atau rentannya terhadap korupsi sendiri, dapat menghambat upaya-upaya reformasi yang diperlukan.
Kompleksitas isu korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam dan menyoroti pentingnya reformasi sistem hukum dan kelembagaan dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi. Dengan memahami akar penyebab korupsi dan memperkuat lembaga-lembaga yang relevan, kita dapat memperbaiki tata kelola sumber daya alam untuk kepentingan bersama.
Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi korupsi timah harus fokus pada penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, reformasi kelembagaan yang mendalam, dan peningkatan transparansi dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam. Tanpa langkah-langkah ini, praktik korupsi akan terus berlangsung dan membahayakan keberlanjutan lingkungan hidup serta pembangunan ekonomi yang inklusif.