Gelombang ”Amicus Curiae” Masih Mengalir meskipun Tenggat Waktu Telah Berakhir
Dokumen ”amicus curiae” tetap diserahkan sebagai bentuk dukungan agar delapan hakim MK memutus sengketa dengan adil.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengajuan dokumen amicus curiae atau sahabat pengadilan kepada Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah kelompok masyarakat masih belum berakhir. Padahal, dokumen amicus curiae yang akan didalami oleh majelis hakim dalam perkara perselisihan hasil pilpres hanya yang diterima sampai dengan 16 April 2024 pukul 16.00 WIB.
Pada Jumat (19/4/2024), dua kelompok masyarakat mengajukan dokumen amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dokumen amicus curiae diserahkan Aliansi Ulama Madura dan Barisan Rakyat Indonesia Kawal Demokrasi (Barikade) 98.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Wakil Ketua Umum Barikade 98 Hengki Irawan mengatakan, dokumen amicus curiae sengaja diserahkan saat hakim konstitusi mengadakan rapat permusyawaratan hakim. Pihaknya menyadari bahwa amicus curiae tersebut tidak akan dijadikan pertimbangan karena telah melewati tenggat waktu 16 April pukul 16.00 WIB.
Namun, dokumen tetap diserahkan sebagai bentuk dukungan agar delapan hakim MK memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden dan wakil presiden dengan seadil-adilnya.
”Secara administrasi, amicus curiae tetap diterima. Mudah-mudahan ini menjadi dukungan moral, dukungan etik, dukungan semangat, dan dukungan keadilan dari masyarakat Indonesia,” kata Hengki sesuai menyerahkan amicus curiae di Gedung MK, Jakarta.
Hengki mengatakan, amicus curiae diberikan sebagai bentuk dukungan para aktivis 1998 dalam mengawal demokrasi. Sebab, pihaknya menilai ada kecurangan dalam kontestasi Pilpres) 2024. Sengketa hasil di MK pun menjadi salah satu dampak dari adanya kecurangan sehingga dua pihak mengadukannya ke mahkamah.
”Salah satu kesimpulan kami, kalau memang ditemukan kecurangan, kami meminta ada pemungutan suara ulang untuk pilpres,” kata Hengki.
Pihaknya berharap delapan hakim konstitusi bisa memutus dua perkara PHPU pilpres secara adil. Para hakim mesti menunjukkan sikap kenegarawanan sehingga putusan diambil berdasarkan berbagai pertimbangan. Terlebih, putusan MK bersifat final dan mengikat serta menjadi jalan terakhir dalam sengketa pilpres.
Perwakilan Aliansi Ulama Madura, Jafar Sodiq, menuturkan, dokumen amicus curiae dibuat oleh 20 ulama se-Madura yang prihatin terhadap pelaksanaan Pilpres 2024. Amicus curiae tersebut juga menjadi bentuk penolakan terhadap kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu.
Oleh karena itu, para ulama Madura meminta MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka juga meminta DPR menggunakan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan penggunaan bantuan sosial dalam pilpres.
”Semoga delapan hakim MK diberikan taufik, hidayah, dan kekuatan untuk memutus yang seadil-adilnya untuk negara Indonesia,” kata Jafar Sodiq.
Adapun hingga Kamis (18/4/2024), ada 33 amicus curiae yang diserahkan oleh berbagai kelompok masyarakat ke MK. Namun, dari seluruh dokumen tersebut, hanya 14 amicus curiae yang akan didalami oleh hakim karena diserahkan sebelum tenggat waktu penyerahan berakhir.
Dalam kesempatan terpisah di Gedung MK, Ketua Tim Hukum Merah Putih, sukarelawan Prabowo-Gibran, Suhadi meminta mahkamah mengabaikan amicus curiae yang diserahkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Sebab, amicus curiae tidak relevan diterapkan di Indonesia yang menganut sistem civil law atau sistem hukum yang mengedepankan undang-undang.
”Indonesia, kan, menganut civil law, menggunakan undang-undang, bukan menggunakan pendapat masyarakat yang berkembang. Sebab, kalau kita lihat amicus curiae ini, kan, seperti masyarakat yang tidak suka dengan peradilan yang ada di Indonesia. amicus curiae hanya akan membingungkan masyarakat,” tutur Suhadi.