Haedar Nashir: Bangun Semangat Persatuan Setelah Pemilu
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menghargai sikap kenegarawanan pasangan calon terkait putusan sengketa pilpres.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Pimpinan Pusat MuhammadiyahHaedar Nashir menyerukan kepada seluruh komponen bangsa agar mulai membangun semangat persatuan setelah Pemilu 2024. Dia mengingatkan, bangsa Indonesia tidak boleh larut dalam situasi politik yang berpotensi membuat perpecahan.
“Seluruh komponen bangsa dalam keragaman orientasi politik itu harus mulai membangun semangat bersatu dalam keragaman. Jangan sampai kita larut dalam situasi politik yang kemudian (membuat) kita terpecah,” ujar Haedar saat ditemui wartawan di Yogyakarta, Selasa (23/4/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Haedar mengatakan, Muhammadiyah sebagai komponen bangsa menghargai sikap kenegarawanan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/4/2024). Sikap kenegarawanan keempat tokoh yang menerima keputusan MK terkait sengketa pemilihan presiden (pilpres) itu dinilai memberi harapan bagi masa depan bangsa.
Di sisi lain, catatan-catatan kritis yang diberikan keempat tokoh itu setelah putusan MK juga menunjukkan sikap kenegarawanan. Haedar menyebut, membangun demokrasi, pemilu, dan sistem hukum memerlukan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak sebagai usaha membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik.
“Penting bagi semua penyelenggara negara di eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta semua institusi agar terbuka pada proses perubahan, kritik, sekaligus juga perbaikan,” ucap Haedar.
Menurut dia, sebuah bangsa yang sedang menuju kemajuan meniscayakan adanya proses koreksi atas kelemahan dan kekurangan. “Tidak boleh lagi ada pikiran-pikiran yang status quo yang kemudian (membuat) bangsa ini mengalami stagnasi,” katanya.
Kepada pasangan yang memperoleh mandat rakyat, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Haedar berpesan agar menyerap aspirasi dari pasangan Anies-Muhaimin Iskandar dan Ganjar-Mahfud. Hal itu dinilai sebagai pertanggungjawaban politik dan konstitusi yang besar dan berat karena Indonesia ke depan harus mampu mengatasi problem dalam berbagai aspek.
“Jadi kita (Indonesia) tidak boleh merasa berada dalam fase yang sudah maju. Kita ini masih tertinggal dalam berbagai aspek yang memerlukan strong leadership (kepemimpinan kuat), tapi sekaligus juga kepemimpinan yang memiliki hikmah kebijaksanaan dan kecerdasan tinggi,” tuturnya.
Hak angket
Secara terpisah, dosen hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, pascaputusan MK tentang sengketa pilpres, upaya penegakan aturan hukum dan demokrasi tidak berakhir. Hal ini dilandasi pandangan tiga hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).
“Siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demokrasi harus tetap dibawa ke pertanggungjawaban hukum,” ujarnya.
Penting bagi semua penyelenggara negara di eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta semua institusi agar terbuka pada proses perubahan, kritik, sekaligus juga perbaikan
Untuk alasan itu, Zainal mengungkapkan, DPR harus serius mengajukan hak angket. Dia menilai hal tersebut penting agar proses yang keliru dalam pemilu lalu tak dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.
Selain itu, Zainal juga memberi catatan bagi masyarakat sipil. Menurut dia, masyarakat sipil harus melakukan konsolidasi untuk memperkuat kemampuan melakukan kontrol terhadap pemerintahan.