Gugat lewat PTUN, PDI-P Nilai Pencalonan Gibran Langgar Hukum Administratif
Kuasa hukum PDI-P yang menggugat KPU di PTUN menyadari tak bisa batalkan putusan MK tapi minta melihat hukum lebih luas.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta meminta tim kuasa hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memperbaiki gugatan dugaan perbuatan melanggar hukum oleh Komisi Pemilihan Umum terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. Perbaikan tersebut salah satunya menyinkronkan antara dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan dengan isi tuntutan.
Sidang gugatan tim kuasa hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/5/2024) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, berlangsung secara tertutup. Semua pihak hadir dalam sidang pendahuluan pemeriksaan kelengkapan administrasi tersebut.
Pemimpin tim kuasa hukum PDI-P, Gayus Topane Lumbuun, seusai sidang, mengatakan, hakim masih meminta tim kuasa hukum PDI-P untuk memperbaiki kelengkapan gugatan yang diajukan. Salah satunya menyangkut persambungan antara dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan dengan isi tuntutan.
Di sisi lain, lanjut Gayus, hakim juga meminta tim kuasa hukum PDI-P untuk memisahkan antara hal-hal yang berkaitan dengan administrasi publik dan administrasi privat. Semua perbaikan itu diminta disampaikan kembali dalam persidangan selanjutnya pada 16 Mei 2024.
Hakim masih meminta tim kuasa hukum PDI-P untuk memperbaiki kelengkapan gugatan yang diajukan. Salah satunya menyangkut persambungan antara dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan dengan isi tuntutan.
”Jadi, masih perbaikan (gugatan). Tanggal 16 Mei kami akan persiapkan apa-apa yang dianggap kurang demi kebaikan,” ujar Gayus.
Jika merujuk pada gugatan PDI-P, ini lebih mempersoalkan administrasi publik. Sebab, gugatan berkaitan dengan kebijakan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh penyelenggara negara, dalam hal ini KPU. PDI-P melihat, ada tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU dalam meloloskan Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi pendamping Prabowo.
Jadi, masih perbaikan (gugatan). Tanggal 16 Mei kami akan persiapkan apa-apa yang dianggap kurang demi kebaikan.
Harapannya, Gibran tak dilantik
Gayus menyadari, putusan PTUN nantinya tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengukuhkan Prabowo-Gibran sebagai presiden-wakil presiden terpilih pada Pemilihan Presiden 2024. Namun, ia meminta persoalan ini dilihat dari dimensi hukum yang lebih luas, di mana ada suatu pelanggaran yang dilakukan oleh KPU ketika meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Hakim PTUN akan memutuskan, apakah betul ada pelanggaran hukum oleh KPU atau tidak. Jika ditemukan pelanggaran, maka perlu diambil tindakan administratif. Permohonan kami agar Gibran tidak dilantik (sebagai wapres).
Gibran lolos menjadi cawapres setelah Putusan MK Nomor 90 yang mengabulkan syarat usia cawapres dari minimal 40 tahun menjadi pernah menjabat kepala daerah. Hal itu dinilainya sebagai tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh aparatur negara menggunakan sumber daya negara yang menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran.
”Nah, hakim PTUN akan memutuskan, apakah betul ada pelanggaran hukum oleh KPU atau tidak. Jika ditemukan pelanggaran, maka perlu diambil tindakan administratif. Permohonan kami agar Gibran tidak dilantik (sebagai wapres),” ucap Gayus.
Jika nantinya terbukti ditemukan pelanggaran melawan hukum oleh KPU, menurut Gayus, putusan PTUN ini akan menjadi dasar bagi MPR untuk tidak melantik Gibran. MPR akan mengadili dan memutuskan apakah sebuah produk yang diawali dengan melanggar hukum itu bisa dilaksanakan.
Kalau rakyat menghendaki tidak melantik karena memang didapati diawali oleh perbuatan melanggar hukum penguasa, nah, itu sangat bisa mungkin terjadi. Jadi, bisa tidak dilantik.
”Kalau rakyat menghendaki tidak melantik karena memang didapati diawali oleh perbuatan melanggar hukum penguasa, nah, itu sangat bisa mungkin terjadi. Jadi, bisa tidak dilantik,” kata Gayus.
Bukan kewenangan PTUN
Sementara itu, kuasa hukum KPU, Saleh, mengaku belum memahami obyek gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum PDI-P. Sebab, merujuk pada surat undangan PTUN ke KPU, dijelaskan bahwa materi gugatan adalah Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 360 Tahun 2024 yang menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden pemenang Pemilu 2024. Padahal, menurut Saleh, SK Nomor 360 itu sudah dikukuhkan oleh MK.
Nah, karena itu, kami confirm tadi, selaku kuasa KPU, mengapa gugatan obyeknya yang dilayangkan ini SK Nomor 360? Mengapa? Karena SK Nomor 360 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
”Nah, karena itu, kami confirm tadi, selaku kuasa KPU, mengapa gugatan obyeknya yang dilayangkan ini SK Nomor 360? Mengapa? Karena SK Nomor 360 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,” tutur Saleh.
Atas belum jelasnya obyek gugatan itu, Saleh mengaku belum bisa menyampaikan tanggapan KPU mengenai jalannya persidangan Kamis (2/5/2024) ini. Ia juga mempertanyakan isi petitum PDI-P yang meminta kepada hakim PTUN agar menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran hukum. Putusan tersebut kemudian akan dijadikan acuan bagi MPR untuk tidak melantik Gibran nantinya.
Cuma majelis bertanya, kalau yang diminta kaitan dengan (pembatalan) pelantikan (Gibran) itu, apakah berkaitan dengan gugatan terhadap (SK) penetapan paslon atau penetapan hasil. Itu dijadikan satu atau pisah? Kami juga masih belum bisa pastikan jawaban dari kuasa hukum PDI-P, mungkin akan dijawab di sidang selanjutnya.
”Itu tadi juga disampaikan dalam petitumnya (PDI-P). Cuma majelis bertanya, kalau yang diminta kaitan dengan (pembatalan) pelantikan (Gibran) itu, apakah berkaitan dengan gugatan terhadap (SK) penetapan paslon atau penetapan hasil. Itu dijadikan satu atau pisah? Kami juga masih belum bisa pastikan jawaban dari kuasa hukum PDI-P, mungkin akan dijawab di sidang selanjutnya,” tutur Saleh.
Lebih jauh, Saleh menilai, apabila SK yang digugat adalah SK KPU Nomor 360, maka PTUN tidak berwenang untuk mengadilinya. Sebab, peradilan yang berhak mengadili perselisihan hasil Pemilu 2024 hanya MK.
”Kalau ini kaitan dengan obyek SK sebagaimana gugatan awal, UU PTUN mengatakan, Pasal 2 huruf g tidak termasuk yang dapat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan hasil pemilu. Jadi bukan kewenangan PTUN untuk mengadili kalau obyeknya SK 360 sebagaimana panggilan yang dilayangkan PTUN terhadap KPU,” ucap Saleh.