KPU: Kalah di Pilkada, Caleg Terpilih Dapat Dilantik Belakangan
Meski dinilai diskriminatif, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan caleg terpilih tak perlu mundur jika daftar pilkada.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon anggota legislatif terpilih hasil Pemilu 2024 yang mendaftar atau didaftarkan sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2024 tidak perlu mengundurkan diri. Bahkan jika kalah dalam kontestasi, caleg terpilih tetap dapat dilantik belakangan. Namun, kebijakan itu dianggap diskriminatif dan melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan, alasan calon kepala daerah dari unsur calon anggota legislatif (caleg) terpilih yang didaftarkan sebagai calon kepala daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tak perlu mengundurkan diri karena mereka belum dilantik dan belum memiliki jabatan sebagai anggota legislatif.
Menurut dia, calon kepala daerah dari unsur anggota legislatif yang mesti mengundurkan diri hanya anggota legislatif hasil Pemilu 2019 yang saat ini masih menduduki jabatan di legislatif. Hal ini sesuai dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara 12 Tahun 2024.
Dalam pertimbangannya, MK menyebut KPU agar mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD. Oleh karena itu, calon kepala daerah yang wajib mundur hanya yang sudah menjabat sebagai anggota legislatif.
Calon kepala daerah dari unsur anggota legislatif yang mesti mengundurkan diri hanya anggota legislatif hasil Pemilu 2019 yang saat ini masih menduduki jabatan di legislatif.
Dengan demikian, caleg terpilih yang kalah dalam kontestasi pilkada dapat tetap dilantik. Mereka pun akan dilantik setelah pilkada berakhir atau tidak bersamaan dengan caleg terpilih lain di wilayah tersebut.
”Tidak ada aturan tentang pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilantik secara serentak. Tidak ada juga larangan caleg terpilih dilantik belakangan atau setelah kalah dalam pilkada,” ujar Hasyim di Jakarta, Kamis (9/5/2024).
Anggota KPU, Idham Holik, menambahkan, KPU segera mengonsultasikan rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Kepala Daerah bersama DPR dan Pemerintah. Salah satu yang akan dikonsultasikan mengenai ketentuan mundur bagi anggota legislatif jika mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
Tidak ada aturan tentang pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilantik secara serentak. Tidak ada juga larangan caleg terpilih dilantik belakangan atau setelah kalah dalam pilkada.
”Caleg terpilih nonpetahana dan belum dilantik tentunya yang bersangkutan tidak perlu mundur apabila mencalonkan atau dicalonkan sebagai calon kepala daerah. Sebab, yang bersangkutan belum dikukuhkan sebagai anggota legislatif,” tuturnya.
Tak relevan
Secara terpisah, pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, argumen KPU yang menyatakan tidak ada aturan mengenai pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak adalah tidak relevan dan tidak beralasan secara hukum. Sebab, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD jelas mengatur bahwa anggota legislatif sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama.
Kebijakan itu merupakan tindakan yang diskriminatif karena memberikan keistimewaan kepada sebagian calon kepala daerah berlatar belakang caleg terpilih.
Penundaan pelantikan hanya berlaku kepada caleg terpilih yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Selain itu, pengecualian untuk tidak mengundurkan diri hanya bisa diterapkan kepada caleg terpilih yang pelantikannya dilakukan setelah pelaksanaan pilkada.
”Kebijakan itu merupakan tindakan yang diskriminatif karena memberikan keistimewaan kepada sebagian calon kepala daerah berlatar belakang caleg terpilih,” katanya.
Titi mengingatkan, KPU mestinya tidak main-main dalam membuat tafsir aturan pilkada. Tafsir KPU yang memperbolehkan caleg terpilih tidak membuat surat pengunduran diri dalam pencalonan kepala daerah merupakan tindakan yang menyimpang dari undang-undang, putusan MK, dan konstitusi.