Konflik Palestina-Israel Jadi Ancaman Biden di Pemilu 2024 (II)
Sentimen pro-Palestina anak muda dan simpatisan Demokrat AS semakin kuat dan bisa menggerus elektoral Biden di pemilu.
Perkembangan situasi elektoral di AS terkait konflik Israel-Palestina tidak terlepas dari adanya pergeseran pandangan warga AS terhadap konflik Israel-Palestina dalam enam bulan terakhir.
Data dari Gallup menunjukkan bahwa pada November 2023 sekitar 50 persen dari masyarakat AS sepakat bahwa Israel berhak untuk melakukan mobilisasi militer akibat serangan Hamas di Oktober 2023.
Namun, pandangan ini berubah lima bulan berselang ketika 55 persen dari warga AS justru menentang serangan militer yang terus dilancarkan Israel terhadap Palestina.
Pergeseran pandangan ini terlihat didorong oleh warga di kelompok umur muda. Hasil survei dari Economist/YouGov pada Januari menunjukkan bahwa secara umum terdapat 35 persen dari responden yang sepakat bahwa aksi Israel di Gaza adalah sebuah bentuk genosida. Angka tersebut melonjak ke 49 persen di kelompok umur 18-29 tahun.
Di kelompok umur 30-44 tahun, sentimen yang sama pun terekam, dengan 44 persen dari responden berpendapat serupa. Namun, pandangan yang sebaliknya justru dominan di kelompok usia yang lebih tua (45-64), yang 42 persen dari responden tidak setuju apabila agresi Israel di Gaza bisa dikategorikan sebagai genosida.
Hal yang mirip juga terjadi di kelompok usia 65 tahun ke atas, yang sebagian besar (52 persen) dari responden tidak melihat aksi Israel sebagai genosida.
Hal ini pun terkonfirmasi dari hasil pemilu pendahuluan. Negara-negara bagian dengan jumlah pemilih uncommited tinggi juga memiliki komposisi pemilih muda yang tinggi.
Di Michigan, misalnya, generasi muda mencakup hampir seperlima dari total pemilih. Adapun di Minnesota, yang memiliki angka uncommited sangat tinggi di atas 18 persen, jumlah persentase pemilih mudanya bahkan lebih tinggi di kisaran 25 persen dari total pemilih.
Kuatnya sentimen pro-Palestina di kalangan muda bisa semakin memperlebar jarak antara Biden dan kelompok tersebut. Hasil jajak pendapat dari New York Times/Sienna College pada November lalu menunjukkan bahwa kelompok ini menjadi salah satu titik lemah yang belum bisa dirangkul Biden.
Bahkan, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak dari generasi muda yang tertarik untuk memilih Trump (49 persen) dibandingkan dengan Biden (43 persen). Hal ini menjadi anomali dalam politik AS karena umumnya para pemilih muda cenderung lebih condong memilih calon dari Partai Demokrat ketimbang Republikan.
Baca juga: Biden Minim Aksi Hentikan Perang Gaza
Sentimen pro-Palestina di kantong suara Biden
Sentimen pro-Palestina ini juga ternyata tampak apabila dilihat berdasarkan ras. Jajak pendapat Economist/YouGov menunjukkan bahwa 46 persen responden yang masuk ke dalam komunitas hispanik memandang Israel tengah melakukan genosida terhadap warga Palestina.
Angka yang relatif tinggi juga terlihat pada komunitas kulit hitam, yang 40 persen dari responden di kategori ini menyatakan hal senada. Adapun angka warga kulit putih yang berpendapat serupa jauh lebih rendah di 30 persen.
Melihat sentimen ini dari perspektif rasial menjadi penting dalam konteks politik AS. Di Pemilu 2020, kelompok kulit hitam menjadi pendukung loyal Biden, dengan tingkat keterpilihan Biden di kelompok ini berada di rentang 92-98 persen di tiap negara bagian.
Sejalan, kelompok hispanik juga menjadi salah satu kantong suara Biden, yakni 61 persen masyarakat di kelompok ini memilih sosok Biden di Pemilu 2020.
Tren sentimen ini pun terkonfirmasi dengan kuatnya dukungan terhadap Palestina yang berkembang di kalangan pemilih Partai Demokrat.
Hasil jajak pendapat di atas menunjukkan bahwa 49 persen dari simpatisan Partai Demokrat sepakat jika tengah terjadi genosida di Palestina. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan sentimen serupa di kelompok simpatisan Partai Republikan yang sebesar 18 persen.
Angka ini menjadi sangat tinggi apabila dilihat dari ideologi responden. Di kelompok responden liberal, tidak kurang dari 60 persen di antaranya berpendapat bahwa serangan Israel di Palestina ialah contoh dari genosida. Pandangan sebaliknya diamini oleh kelompok di kutub konservatif, hanya 15 persen di antara mereka yang memiliki pandangan serupa.
Besarnya sentimen pro-Palestina di kelompok liberal dan simpatisan Demokrat juga diamini oleh para pemilih Biden di Pemilu 2020. Hasil survei menunjukkan bahwa 50 persen lebih pemilih Biden melihat aksi Israel sebagai Genosida, sedangkan dari pemilih Trump yang sepakat dengan hal ini hanya 12 persen.
Tak ayal, beberapa data dari jajak pendapat ini menunjukkan bahwa beban isu Israel-Palestina lebih berat dirasakan oleh Biden ketimbang Trump. Pasalnya, nyaris kelompok di tiap-tiap kantong suara Biden mengambil posisi yang kontra dengan kebijakan-kebijakan Biden terkait isu tersebut.
Baca juga: Situasi Gaza Tidak Terkendali, Anak Muda AS Berpaling dari Biden
Apatisme Biden
Sayangnya, sejauh ini Biden terlihat belum menanggapi potensi badai elektoral ini dengan serius. Bahkan, Biden dan tim kampanyenya justru seperti menafikan para pendukungnya yang menyuarakan aspirasinya terkait situasi di Palestina. Sikap ini salah satunya tecermin dari acara kampanye akbar Biden di New York pada akhir Maret lalu.
Dalam acara penggalangan dana yang diadakan di Radio City Music Hall, New York, yang dipadati oleh 5.000 lebih pendukungnya, Biden dan tim dengan sengaja menghalau para pendukung yang terindikasi mendukung Palestina. Bahkan, ketika para pendukung ini telah memiliki tiket yang dibanderol dengan harga yang tak murah, yakni sebesar 250 dollar AS.
Walhasil, tanpa adanya langkah strategis yang tepat, besar kemungkinan isu ini akan terus menggerus potensi elektoral sang petahana.
Apalagi, dengan tidak banyak telunjuk tertuding, Trump sendiri tampak cukup berhati-hati dalam menanggapi isu ini. Tak menutup kemungkinan minimnya sensivitas Biden dalam isu Israel-Palestina justru akan memberi disinsentif elektoral bagi Trump.
Ancaman ini punya peluang besar untuk menjadi ”bencana” bagi Biden apabila melihat posisi terakhir persaingan elektoral antara Trump dan Biden.
Hasil survei dari NPR/PBS NewsHour/Marist poll di awal April menunjukkan selisih tipis antara kedua bakal calon ini. Elektabilitas Biden hanya mampu unggul 4 persen (52 persen) dari Trump (48 persen). Artinya, meski mungkin sedikit, insentif elektoral yang didapat Trump bisa jadi membalik posisi elektoral dalam beberapa waktu ke depan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Raja Jordania dan Senator AS Desak Joe Biden Hentikan Perang Gaza